REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda mengatakan, orang yang berasal dari internal Kejaksaan adalah yang paling tepat untuk menjadi Jaksa Agung. Hal tersebut, menurutnya dikarenakan posisi jaksa agung yang merupakan jabatan profesional teknis.
"Dia tidak seperti kementerian negara dan jabatan-jabatan lain yang bisa diserahkan pada siapa saja. Jaksa Agung harus Jaksa," kata Chairul kepada Republika, Senin (3/11).
Chairul mengatakan, Jaksa Agung yang berasal dari internal jauh lebih memungkinkan untuk bisa menjalankan roda pemerintahan daripada orang-orang dari luar. Bukan hanya paham hukum, lanjutnya, Jaksa Agug dari internal juga tahu seluk beluk kejaksaan.
"Tahu masalah-masalah dan bobroknya kejaksaan. Orang kejaksaan yang sebenernya tahu betul, makanya harus dari internal kejaksaan," ujarnya.
Ia pun memilih dua nama untuk dijagokan menjadi Jaksa Agung pengganti Basrief Arief yang telah habis masa jabatannya seiring berakhirnya masa tugas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 20 Oktober lalu.
"Kalau saya antara dua nama, Plt sekarang (Andhi Nirwanto) atau M Yusuf (Kepala PPATK). Dua-duanya memenuhi syarat ketimbang nama-nama lain, kiprahnya juga jauh lebih menonjol," kata Chairul.
Menurut Chairul, Andhi Nirwanto yang saat ini menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Jaksa Agung cakap untuk menjadi Jaksa Agung definitif. Sedangkan, Kepala PPATK M Yusuf yang sebelumnya adalah jaksa, dianggap memiliki kemampuan teknis kejaksaan. Hanya saja, lanjutnya, pangkat Yusuf saat ini belum memungkinkan untuk menjadi Jaksa Agung.
"Seperti ketika SBY mengangkat Denny Indrayana sebagai Staf Khusus Presiden, itu ada problematik terkait administratif dan Presiden harus merubah peraturan pemerintah agar Deny bisa jadi itu. Jangan sampe seperti itu, itu namanya dipaksakan," jelasnya.
"Kalau Yusuf pangkatnya sudah memenuhi syarat katakanlah, boleh jadi Jaksa Agung," tambah Chairul lagi.