REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekisruhan yang terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menimbulkan keresahan di masyarakat. Komite Rakyat Menggugat DPR (KRMD) menyatakan agar DPR segera berdamai agar bisa bekerja secara efektif.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf menilai kekisruhan yang terjadi di DPR ini disebabkan oleh beberapa faktor. Yang pertama ialah adanya upaya dari pihak-pihak tertentu untuk unjuk kekuatan atau kekuasaan.
Faktor lainnya ialah terjadi problem kebuntuan dialog atau komunikasi antar partai politik dan juga adanya pembiaran yang dilakukan oleh ketua-ketua partai politik. Menurutnya kelemahan regulasi juga menjadi salah satu faktor kekisruhan di DPR.
Jika kekisruhan ini terus berlanjut. Maka yang akan merasakan dampaknya adalah rakyat. Adanya dualisme kepemipmpinan di DPR contohnya, dikhawatirkan membuat DPR tidak dapat berjalan dengan maksimal. Selain itu, kekisruhan ini juga dapat berimbas pada turunnya kepercayaan publik terhadap kinerja DPR.
"Fungsi keterwakilan oleh DPR harus benar-benar diperhatikan. Tidak boleh mengabaian ini," jelas Asep, Selasa (4/11).
Karenanya, Asep dan juga masyarakat yang tergabung dalam KRMD mendorong agar kekisruhan ini segera diselesaikan. Ini menawarkan beberapa solusi untuk menyelesaikan kekisruhan ini.
Solusi pertama ialah dengan mengadakan mediasi yang meibatkan kedua kubu, baik Koalisi Indonesia Hebat (KIH) maupun Koalisi Merah Putih (KMP). Diperlukan adanya pihak ketiga yang netral dan bebas kepentingan untuk bisa memfasilitasi mediasi ini.
Akan tetapi, jika mediasi tidak dapat berjalan, Asep menilai public pressure (dorongan dari masyarakat) dapat menjadi alternatif yang efektif.
Hal ini juga didukung oleh Ditektur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti. Menurut Ray, kekisruhan di DPR bisa cepat terselesaikan jika rakyat sendiri yang langsung turun dan meminta agar DPR berdamai.
"Konstitusi tertinggi adalah kemauan rakyat," ujar Ray.