Oleh: Amri Amrullah
Santri tak hanya identik dengan kitab kuning, tetapi di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU), mereka juga akrab dengan ilmu kanuragan dan bela diri.
Kemampuan bela diri itu penting sebagai penopang dakwah. Pagar Nusa (PN) tak bisa dipisahkan dari tradisi seni silat di kalangan Nahdliyin, sebentuk untuk warga NU. PN adalah seni bela diri yang lahir dari rahim NU.
Nama KH Maksum Jauhari adalah tokoh sentral dan krusial dalam perjalanan PN. Sosok yang akrab dipanggil Gus Maksum ini adalah pendiri dari seni bela diri ini. Ia terlahir dari lingkungan pesantren yang kental dengan pendidikan agama.
Asupan agama itu ia dapat langsung dari sang ayah, KH Abdullah Jauhari, di Kanigoro, tokoh penting NU di Kediri. Ia kemudian melanjutkan ke SD Kanigoro pada 1957. Ia juga dikenal memiliki hubungan dekat dengan Pondok Pesantren Lirboyo karena ia merupakan salah satu cucu pendiri pesantren tersebut dari KH Abdul Karim.
Kemudian, ia melanjutkan pendidikan menengahnya di Madrasah Tsanawiyah Lirboyo. Meski akhirnya Gus Maksum tidak pernah menyelesaikan pendidikan formalnya karena ia lebih memilih hidup mandiri dan mengembara ke berbagai tempat untuk mencari ilmu, khususnya ilmu bela diri.
Setelah puas belajar berbagai ilmu bela diri dan kanuragan, Gus Maksum kembali ke Kediri dan lebih banyak sebagai pengajar di Pesantren Lirboyo. Sebagai kiai, penampilan Gus Maksum memang cukup berbeda dengan para kiai pada umumnya, khususnya di Lirboyo.
Gus Maksum lebih terkenal dengan penampilannya berambut dan berjenggot panjang serta kumis tebalnya. Cara berpakaiannya pun bisa dikatakan cukup nyentrik, bersarung yang hampir selutut dan selalu memakai sandal bakiak.
Namun, di mata para santri, Gus Maksum dikenal memiliki kemampuan cukup mumpuni dalam ilmu bela diri dan memiliki kemampuan tenaga dalam. Ia dikenal pernah bersama generasi muda NU bergerak menumpas PKI dan antek-anteknya di wilayah Kediri dan sekitarnya.
Tak hanya dikenal sebagai kiai yang pakar di bidang agama sekaligus pendekar, Gus Maksum juga sosok yang aktif berdakwah melalui partai politik. Ia mengabdikan diri berdakwah di partai politik yang gerak perjuangannya sejalan dengan NU. Ia pernah aktif sebagai simpatisan dan juru kampanye PPP hingga di tingkat nasional.
Begitu juga ketika beberapa ulama NU melahirkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada 1998, ia turut aktif mengampanyekan warga Nahdliyin untuk ikut serta memilih dan membesarkan partai besutan Gus Dur tersebut.