REPUBLIKA.CO.ID, HAGUE -- Kepala Jaksa Pengadilan Pidana Internasional (ICC) memutuskan tidak mengambil tindakan atas serangan militer Israel pada armada Gaza Mavi Marmara tahun 2010 lalu. Meskipun peristiwa tersebut menewaskan sembilan aktivis Turki.
Dilansir dari BBC News, pengacara yang membawa kasus ini Fatou Bensouda mengatakan, meskipun cukup bukti memadai untuk percaya itu merupakan kejahatan perang, namun menurutnya ICC harus memprioritaskan pengaduan dengan skala yang lebih besar.
Bensouda mengatakan, ia tak ingin mengecilkan dampak dari tuduhan kejahatan itu pada korban dan keluarga mereka. Tapi bagaimana pun ia mengaku harus patuh pada Statua Roma, yang merupakan perjanjian pendirian ICC.
Bensouda mengatakan, berencana untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut.
Sementara Israel mengatakan, ICC telah menyia-nyiakan waktu dengan pengaduan yang 'bermotif politik'. Padahal sepuluh tentara Israel juga terluka dalam insiden di kapal milik Turki tersebut.
Peristiwa terjadi saat Mavi Marmara mencoba untuk menerobos blokade wilayah Hamas. Hal ini menyebabkan keretakan mendalam antara Israel dan Turki, yang merupakan mantan sekutu.