REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama Mubarok mengatakan, warga negara yang menganut kepercayaan di luar enam agama resmi, tidak bisa mendapatkan pelayanan publik. Ia menjelaskan hal tesebut tercantum pada undang-undang.
"Kan punya UU Nomor 1 PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama memang tidak mengakomodasi pelayanan bagi penganut di luar enam agama resmi," kata Mubarok di Gedung Kemenag, Jakarta (11/10).
Mubarok melanjutkan, sementara agama lain selain enam agama yang resmi silakan hidup tapi mendapatkan pelayanan seperti lainnya. "Jadi silakan saja mereka beragama, tapi pemerintah tidak memberikan pelayanan," katanya.
Oleh karena itu, Mubarok mengatakan, bahwa saat ini pemerintah sedang menyusun rancangan undang-undang (RUU) untuk menggantikan UU Nomor 1 PNPS/1965 yang memang sudah tidak sesuai perkembangan zaman. RUU tersebut akan diberi nama RUU Perlindungan Umat Beragama.
Menurutnya, nantinya RUU Perlindungan Umat Beragama akan mengatur perlindungan bagi semua agama dan kepercayaan di Indonesia. RUU tersebut juga akan memfasilitasi pelayanan bagi seluruh umat beragama.
"Semuanya akan diatur, tidak hanya yang enam saja, tapi juga termasuk penganut agama-agama di luar enam agama resmi ini," jelasnya.
Ia menambahkan, ditargetkan penyelesaian RUU Perlindungan Umat Beragama selesai dalam kurun enam bulan. "Awal tahun depan RUU Perlindungan Umat Beragama bisa disosialisasikan ke masyarakat dan organisasi, sehingga semua bisa diminta pendapatnya," jelasnya.