REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Jawa Barat menjadi salah satu provinsi target Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan inventarisasi Lembaga Keuangan Mikro (LKM), kata Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan lainnya OJK, Moch Ihsanudin di Bandung, Kamis (13/11).
"Terus dilakukan inventarisasi LKM termasuk di Jabar, kami memberikan masukan dan informasi agar mereka yang belum berbadan hukum segera memrosesnya. Hal itu akan memberikan daya saing dan kinerja positif," kata Ihsanudin.
Jabar menjadi salah satu target dalam inventarisasi LKM karena provinsi itu memiliki jumlah LKM terbesar kedua setelah Jateng. Disusul kemudian Jatim, Banten dan DKI Jakarta.
Ia menyebutkan lembaga keuangan mikro (LKM) tumbuh di hampir semua provinsi. Agar keberadaannya lebih tertib, menurut dia pemerintah menerbitkan Undang Undang (UU) Nomor 1/2013 mengenai Lembaga Keuangan Mikro. Kehadiran UU tersebut agar dapat membuat LKM-LKM terutama yang belum berbadan hukum, lebih tertib.
"UU Nomor 1/2013 berlaku 8 Januari 2015, kemudian ada evaluasi selama setahun sejak pemberlakuan berkenaan dengan pengaplikasiannya," katanya.
Ihsanuddin menyebutkan dengan adanya UU 1/2013 itu, OJK memiliki data base LKM yang berdiri dan beroperasi sesuai regulasi. Berdasarkan regulasi tersebut, pihaknya terus menginventarisir LKM di seluruh Indonesia.
Hingga Juli 2014 total jumlah LKM yang terinventarisir sekitar 19.200. Sedangkan yang tertera dalam naskah akademik UU LKM terdapat 63.734 LKM.
Ihsan menyatakan berdasarkan regulasi dan setelah melewati tahap evaluasi pada 8 Januari 2016, sistem pengawasannya adalah pemerintah kota-kabupaten. Pihaknya mempersiapkan perangkat pendukungnya yakni teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
"Sederhana sistemnya. Tapi cukup mumpuni dan mencukupi kebutuhan online sebagai pendukung inventarisasi LKM," katanya.
Terkait BMT (Baitul Maal wa Tamwil), Ihsan mengatakan lembaga-lembaga BMT yang belum memiliki sertifikat berbadan hukum, dapat secara bebas memilih dan menentukan peraturan yang akan mereka jadikan payung hukum yakni perkoperasian atau LKM.
Menurutnya, UU 1/2013 tidak mengatur BMT berbadan hukum koperasi karena BMT berbadan hukum koperasi memiliki payung hukum berupa UU Koperasi.
"Lain halnya dengan BMT yang belum berbadan hukum. Mereka bisa melakukan pilihan," kata Ihsanuddin menambahkan.