REPUBLIKA.CO.ID, PERTH -- Diperkirakan sebanyak 35,8 juta orang laki-laki, perempuan, dan anak-anak di seluruh dunia pada waktu ini terjerat sebagai korban perbudakan modern.
Bentuknya melalui perdagangan manusia, pekerja paksa, kerja ijon, kawin paksa atau perbudakan seks komersial.
Perkiraaan tersebut didasarkan pada Indeks Perbudakan Dunia (GSI) 2014, yaitu laporan penelitian tahunan yang meliputi 167 negara di dunia dan diterbitkan oleh Walk Free Foundation, organisasi hak asasi manusia dunia yang bertujuan untuk mengakhiri perbudakan modern dalam satu generasi.
“Kita semua bertanggung jawab atas keadaan yang paling mengerikan tersebut karena perbudakan modern itu ada dan kesengsaraan luar biasa. Langkah pertama dalam menghapus perbudakan adalah dengan menelitinya,” kata Direktur Utama dan Pendiri Walk Free Foundation Andrew Forrest, Ahad (16/11).
Dari 35,8 juta tersebut lebih dari 23,5 juta orang di Asia menjadi korban perbudakan modern. Angka ini setara dengan hampir dua pertiga jumlah korban perbudakan di dunia. India (1,141%), Pakistan (1,130%), dan Kamboja (1,029%) memiliki tingkat prevalensi tertinggi se-Asia.
Di Asia Timur pada khususnya, Kamboja diikuti oleh Mongolia (0,907%), Thailand (0,709%), dan Brunei(0,709%). Dua macan ekonomi Asia Timur, Tiongkok dan Jepang, menempati peringkat ke-19 dan 20 di kawasan Asia.
Negara atau wilayah di Asia Timur dengan tingkat prevalensi perbudakan terendah di kawasan Asia adalah Hong Kong (0,187%), Singapura (0,1%), dan Taiwan (0,013%),masing-masingke-23, 24, dan 25.
Hanya dua negara yang memiliki kinerja lebih baik di kawasan Asia, yaitu Australia dan Selandia Baru (ke-26 dan 27).
Dalam angka absolut, Tiongkok memiliki jumlah tertinggi korban perbudakan modern di Asia Timur, yaitu 3.241.400 orang, yang diikuti oleh Indonesia (714.100), Thailand (475.300), dan Vietnam (322.200).
Menurut laporan tersebut, di seluruh Asia, korban perbudakan baik perorangan maupun semua anggota keluarga terjadi melalui kerja paksa karena terjerat utang dalam bidang konstruksi, pertanian, pembuatan bata, pabrik dan konveksi pakaian, yang menunjukkan bahwa pekerja kasar digunakan pada tahap produksi. Banyak juga yang menjadi pekerja paksa karena pindah ke Timur Tengah.
Dari 25 negara yang diteliti di Asia, 24 di antaranya memiliki perundang-undangan yang memidanakan bentuk-bentuk perbudakan modern. India telah melaksanakan reformasi perundang-undangan secara mendasar untuk mendukung pemidanaan terhadap perbudakan modern.
Sementara itu, Mongolia dan Vietnam menerapkan undang-undang khusus antiperdagangan manusia pada tahun 2012. Korea Utara adalah satu-satunya negara di Asia maupun dunia yang belum secara gamblang menganggap bentuk-bentuk perbudakan modern sebagai tindak pidana.
“Perbudakan modern adalah kejahatan tersembunyi, tetapi disayangkan sulit untuk diukur. Tetapi, Walk Free Foundation menjadi titik terang dalam mengatasi kejahatan yang mengerikan ini," kata Mo Ibrahim, pendiri Mo Ibrahim Index dan Mo Ibrahim Foundation.