REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tes keperawanan yang harus dijalani calon polisi wanita (polwan) mendapat sorotan media asing. Seperti Time yang menggambarkan tes itu sebagai proses yang menyakitkan bagi perempuan.
"Setiap wanita yang ingin menjadi polisi wanita (polwan) harus menjaga keperawanannya," jelas laman satuan kepolisian, seperti dilansir oleh Time.
Dikatakan, otoritas polisi senior bersikeras kalau praktik tes keperawanan itu telah dihapus. Namun, Human Rights Watch (HRW) mengaku telah mewawancarai polwan dan para pendaftar tes masuk kepolisian di enam kota di Indonesia.
Hasilnya, mereka menyatakan telah melalui tes yang dirasa diskriminatif dan merendahkan itu. Dua di antaranya malah baru melalui tes pada 2014.
Perwakilan HRW dalam bidang hak asasi wanita, Nisha Varia menyatakan, praktik dari tes keperawanan itu merendahkan perempuan. Karenanya, ia menghimbau agar petinggi kepolisian dapat segera menghapuskan tes tersebut.
"Serta memastikan sistem perekrutan ini tidak lagi dilakukan dalam skala nasional," jelas Varia.
Salah satu calon polwan berusia 24 tahun menggambarkan tes keperawanan itu sebagai proses yang menjengkelkan. Malah, ia khawatir tes itu justru menghilangkan keperawanannya. "Tes ini terasa sangat, sangat sakit," ujar perempuan itu dalam wawancara dengan HRW.
Sementara itu, jubir Polri menjelaskan, tidak ada tes keperawanan yang dilakukan dalam proses seleksi untuk polwan. Yang ada adalah tes kesehatan menyeluruh.
"Dalam tes ini, baik laki-laki mau pun perempuan akan menjalani pemeriksaan terhadap organ reproduksi. Akan tetapi bukan tes keperawanan."