REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai salah satu faktor berlangsungnya ritual seks di Gunung Kemukus sebagai bagian dari pemahaman yang salah terhadap budaya. Pemerintah juga dinilai perlu untuk melakukan kajian terhadap motif di balik ritual ini sebelum mengambil tindakan.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa Amalia menyatakan bahwa adanya fenomena ritual ini di Gunung Kemukus tak lepas dari pemahaman masyarakat yang menyimpang terhadap kultur. Pasalnya, ritual ini telah menyalahi kepercayaan dari agama mana pun. Di agama-agama yang diakui di Indonesia, melakukan hubungan hanya diperbolehkan dengan pasangan resmi.
Disamping adanya pemahaman yang salah terhadap kultur, Ledia tak menampik jika terjadinya fenomena ritual ini tak lepas dari peran pemerintahan. Menurut Ledia, salah satu problemnya ialah penjangkauan pemerintah terhadap daerah-daerah terpencil maupun daerah-daerah pariwisata. “Dalam hal ini, pemerintah pusat maupun daerah,” jelas Ledia, Rabu (19/11).
Selain dari segi pemerintahan, peran serta dari penyuluh agama juga perlu ditingkatkan. Ledia menyatakan pemerintah telah memiliki penyuluh-penyuluh dari tiap agama yang diakui oleh negara. Tugas dari penyuluh agama ini tentunya untuk memberikan pemahaman moral yang lebih baik menurut kepercayaan masing-masing. “Akan tetapi upaya penjangkauan mereka masih terbatas,”lanjut Ledia.
Akan tetapi, Ledia juga menyatakan bahwa masyarakat harus waspada terhadap oknum-oknum yang memanfaatkan isu ini dan kemudian membesar-besarkan. Pasalnya, dalam kasus-kasus seperti ini ada tendensinya. “Selalu ada maksud tersembunyi di baliknya. Itu harus diselidik lebih dalam,” terang Ledia.