Kamis 20 Nov 2014 10:04 WIB

Pendirian Masjid Menyesuaikan Kebutuhan Masyarakat

Rep: sonia fitri/ Red: Damanhuri Zuhri
Pembangunan masjid.  (ilusrasi)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Pembangunan masjid. (ilusrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan jumlah tempat ibadah bagi masyarakat Muslim di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir berlangsung baik.

Bukan hanya Islam, dibandingkan dengan agama lain seperti Kristen, pertumbuhan masing-masing berlangsung dengan damai.

Hal tersebut menunjukkan keberagaman dan toleransi kental di masyarakat di mana satu sama lain dapat hidup berdampingan secara baik dengan masyarakat penganut agama lain.

“Misalnya tahun 2000, satu masjid berbanding 939 jamaah sementara sepuluh tahun kemudian, satu masjid berbanding 719 umat,” Kata Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Mubarok kepada Republika Rabu (19/11).

Data tersebut dieperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) keagamaan di Kemenag. Hal serupa dialami tempat ibadah umat Kristen Protestan di mana pada tahun 2000, satu gereja untuk 521, lantas di 2010 menurun satu gereja untuk 268 umat.

Sementara bagi tempat ibadah katolik, satu gereja pada 2000 untuk 1450 orang menurun jumlahnya pada 2010 yakni satu gereja untuk 869 orang. Melihat data tersebut, pada intinya pertumbuhan rumah ibadah di Indonesia cukup baik.

Pertumbuhan Masjid memang tidak sepesat gereja. Disebutkannya, jumlah gereja dalam sepuluh tahun terakhir berkembang dari 24.800 se-Indonesia kini menjadi sekitar 61 ribu.

Jumlahnya memang tetap kalah jauh dengan masjid yang dalam data terakhir pada 2013 berjumlah 731.096 buah. Menurut Mubarok, pendirian Masjid disesuaikan dengan kebutuhan.

Makanya, kalahnya pertumbuhan masjid dibandingkan gereja di Indonesia bukan disebabkan faktor ekonomi. Tapi karena memang sesuai kebutuhan.

Maksudnya, kekuatan ekonomi masyarakat tinggi dalam membangun masjid. Dana dan lahan tersebut, karena masyarakat masih bersemangat dalam menyimpan bekal pahala di akhirat.

Namun dalam pendiriannya, masyarakat juga memperhatikan jumlah jamaahnya. Misalnya ada standar jamaah dalam jumlah tertentu agar bisa dipakai shalat Jumat maupun berjamaah.

“Lagi pula, masjid itu tempat bersilaturahim, jadi kalau masjidnya banyak, nanti bisa-bisa silaturahimnya kurang,” katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement