REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Tes keperawanan yang diduga diterapkan dalam proses perekrutan calon polisi wanita (polwan) dinilai melanggar hak privasi warga negara.
Tes rekrutmen polwan itu semestinya menyangkut hal-hal yang umum saja, bukan memasuki wilayah privasi individu,” kata pengamat kepolisian UI Bambang Widodo Umar, Kamis (20/11).
Ia menuturkan, setiap orang mempunyai persoalan bersifat sangat pribadi yang ingin mereka jaga dari pengetahuan orang lain. Masalah perawan atau tidaknya seorang perempuan yang belum menikah, juga masuk ke dalamnya.
Untuk itu, kata Bambang, institusi negara seperti Polri tidak seharusnya melanggar hak privasi calon aparaturnya.
“Jika tes (keperawanan) itu memang benar adanya, kita justru perlu mempertanyakan apa pertimbangan negara menetapkannya sebagai salah satu syarat formal untuk masuk ke institusi kepolisian?” ujarnya.
Bambang menambahkan, dalam proses rekrutmen di Polri, memang ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi oleh para calon polisi. Salah satunya, sehat jasmani dan rohani. Namun, tes keperawanan menurutnya tidak memiliki kaitan apa pun dengan kesehatan fisik seseorang dan sebaiknya harus segera dihentikan.
“Apakah kita dengan serta-merta bisa menyimpulkan bahwa wanita perawan itu sehat? Lalu, apakah tidak perawan itu sebuah penyakit?” tutur Bambang lagi.