REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pakar PHDI, I Nengah Dana mengatakan, sikap negara hanya mengakui enam agama besar sama halnya mengabaikan hak asasi manusia setiap warga negara. Negara menurutnya tidak melindungi dan memenuhi hak dasar yang juga dimiliki penganut aliran kepercayaan.
"Jangan dikosongkan, terus dianggap apa mereka (penganut aliran kepercayaan). Kami ndak setuju pengosongan kolom agama, ditulis saja," kata I Nengah di Jakarta, Senin (24/11).
Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo menegaskan, usulan pengosongan kolom agama pada KTP elektronik hanya berlaku bagi penganut aliran kepercayaan. Sedangkan bagi warga negara penganut agama yang sudah diakui negara secara resmi tetap mengisi kolom agama.
"Keinginan kami sebagai mendagri kan setiap Warga negara punya hak untuk memeluk apa yang dia yakini. Sekarang kayak kepercayaan itu mau ga mau kan ada dimana-mana, tapi mereka tidak menganut enam agama yang diakui resmi. Kami usul dikosongkan (kolom agama)," kata Tjahjo.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), lanjut Tjahjo, akan mengupayakan pencatuman aliran kepercayaan dalam kolom agama di KTP elektronik. Sebagai langkah awal, Kemendagri akan berkoordinasi dengan Kementerian Agama untuk membahas kemungkinan mengubah UU Nomor 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang saah satu klausalnya mengatur tentang agama yang dicantumkan dalam e-KTP.