REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Peneliti Sinergi Data Indonesia, Barkah Pattimahu, menjelaskan tidak ada yang aneh jika nantinya Aburizal Bakrie (Ical) terpilih secara aklamasi menjadi ketum Golkar. “Itu hal biasa,” Selasa (2/12).
Dia menjelaskan aklamasi adalah bagian dari demokrasi, karena prosesnya tetap melalui musyawarah dan mufakat. Pemilihan ketum partai lain, seperti Gerindra memilih Prabowo, PPP memilih Djan Faridz, Demokrat memilih SBY sebagai ketum, dan lainnya. “Ini demokratis,” imbuhnya.
Aklamasi dilakukan oleh kelompok atau institusi yang mempercayai figur tunggal. Terkait Golkar, kepercayaan itu dijatuhkan kepada Ical. Ketum Golkar ini dinilai mampu memimpin koalisi merah putih dan menegaskan posisinya sebagai penyeimbang. Hal ini direspon positif oleh berbagai kalangan.
Sekretaris DPD II Golkar Tangsel, Rahmat Hidayat, menyatakan aklamasi adalah bagian dari musyawarah dan mufakat. Dalam hal Munas Golkar di Bali, peserta diajak bermusyawarah untuk menilai kinerja DPP Golkar selama satu periode kepengurusan. “Kita nilai ada perkembangan positif,” jelasnya.
Menurutnya, kepemimpinan Golkar memang harus dilanjutkan oleh Ical. Posisi Golkar di KMP menurutnya sangat sentral. Ditambah lagi posisi saat ini sebagai penyeimbang mampu mewarnai iklim demokrasi Indonesia kearah yang lebih positif. “Pemerintah saat ini harus dinilai dan disikapi dengan obyektif, karena itu penting untuk menjadi penyeimbang,” imbuh Rahmat.