REPUBLIKA.CO.ID,ISLAMABAD--Para jurnalis di Pakistan membutuhkan bimbingan konseling untuk mengatasi trauma yang kerap mereka rasakan. Pasalnya, ancaman pembunuhan dan serangan pemboman merupakan bagian dari pekerjaan mereka.
Kepala jurusan psikologi salah satu universitas di Jerman Dr. Erum Irshad mengatakan, sebanyak 14 dari 20 jurnalis yang tergabung dalam studi percontohannya dinyatakan menderita stress berat. Dari jumlah tersebut, tujuh jurnalis sudah meminta bimbingan konseling.
“Para jurnalis tersebut telah menyaksikan ratusan potongan tubuh akibat pemboman massal ataupun pemenggalan,” ungkap Irshad pada Reuters, Selasa (2/12).
Selama ini, di hampir seluruh wilayah Pakistan, jurnalis menghadapi kelompok Taliban yang kerap bertindak ekstrem. Sehingga, banyak jurnalis mengaku stress dan trauma karena kekerasan dan ancaman yang mereka terima setiap harinya selama melaksanakan tugas liputan.
Para ahli kesehatan Pakistan mengatakan, akan membuka pusat trauma pertama bagi para jurnalis. Upaya ini diharapkan dapat membantu wartawan menghadapi dampak psikologis saat meliput peristiwa pemboman.
Sayangnya, di Pakistan hanya terdapat 450 tenaga ahli psikolog untuk menangani 180 juta warga yang terancam trauma setiap harinya. Menurut salah satu jurnalis, penasihat konseling hanya menyarankan untuk terus berdoa.
"Ini adalah bidang yang sangat diabaikan," kata kepala Asosiasi Kesehatan Mental Pakistan Profesor Syed Ahmed Haroon.