REPUBLIKA.CO.ID, DUBLIN– Partai oposisi Sin Fein pada Selasa (9/12) mengajukan mosi kepada pemerintah Irlandia mengenai desakan untuk segera mengakui Palestina sebagai sebuah negara merdeka. Keputusan partai ini muncul setelah Parlemen Irlandia pada Oktober lalu mewacanakan pengakuan kedaulatan Palestina.
“Secara resmi mengakui Negara Palestina, berdasarkan batas-batas administratif tahun 1967 yakni Yerusalem Timur sebagai ibukota Palestina. Demikian pula, sebagaimana resolusi PBB, yang berkontribusi dalam membina negosiasi perdamaian antara kedua negara, Palestina dan Israel.” Demikian seperti dilansir dari media The Algemeiner.
Irlandia merupakan negara terkini yang mengikuti jejak kebanyakan pemerintah di benua Eropa yang mendesak pengakuan Palestina. Sebelumnya, pada pekan lalu parlemen Perancis mengadakan voting yang menghasilkan dukungan sebanyak 339 suara terhadap pengakuan kedaulatan Palestina.
Pemerintah Denmark juga mengadakan voting serupa pada awal Januari. Demikian pula dengan parlemen Inggris Raya dan Spanyol. Bahkan, negara seperti Swedia dengan resmi telah mengakui kedaulatan Palestina di hadapan publik internasional, termasuk Israel yang geram akan keputusan ini. Pada pertengahan bulan ini, diharapkan seluruh parlemen Eropa mengikuti jejak Swedia.
“Mayoritas pemimpin Eropa menyayangkan sikap keras Israel, bukan Palestina, yang kerap menghalang-halangi terciptanya perdamaian di kawasan Timur Tengah,” kata Dr Emanuele Ottolenghi, pakar hubungan internasional dari Yayasan Pertahanan Demokrasi, pada pekan lalu.
Ottolenghi juga menengarai, pengakuan kedaulatan Palestina akan berimplikasi pada perubahan kebijakan politik yang represif oleh Israel.
“Bagi Palestina, geliat dukungan terhadapnya oleh sebagaian besar negara-negara Eropa ini pun sebagai imbauan. Yakni, agar Palestina bersedia meruangkan kompromi untuk resolusi konflik. Demikian pula, hal yang sama ditujukan bagi Israel, bahwa Eropa merupakan pihak yang netral dalam pertikaian di Timur Tengah,” ungkap Daniel Schwammenthal, Direktur Komisi Yahudi-Amerika pada Institut Transatlantik di Brussels, Belgia, Selasa (9/12).