REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sedang mewacanakan aktivitas berdoa di sekolah-sekolah negeri seluruh Indonesia. Fokusnya ialah doa yang mengakomodir bukan hanya agama mayoritas di Indonesia.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Maksum Machfoedz menyatakan mendukung wacana revisi doa di sekolah. "Pada dasarnya, pemerintah mesti mengembangkan mutu keberagamaan anak-anak didik sejak dini," ujar Maksum Machfoedz saat dihubungi Republika di Jakarta, Kamis (11/12).
Menurut Maksum, aktivitas berdoa sudah menjadi tradisi pada kebanyakan sekolah-sekolah negeri di Indonesia. Maka, kata Maksum, itu berarti, Kemendikbud mesti menemukan format umum yang tepat dan bisa diterima oleh seluruh umat beragama. Baik itu agama mayoritas maupun minoritas.
"Untuk merumuskan format umum itu, pemerintah harus libatkan semua pemuka agama karena ini soal sensitif. Di samping itu, butuh ikhtiar juga," jelasnya.
Ia melanjutkan, pada intinya, NU menghargai pemerintah yang telah memulai ikhtiar itu. Misalnya antara lain, berkomunikasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) sebagai lembaga resmi yang mengakomodir suara seluruh pemuka agama-agama di Indonesia.
Maksum juga menyarankan agar dalam perumusan format umum itu, yang dipentingkan adalah etika ketuhanan dalam berdoa. Sehingga doa yang dilakukan anak-anak sekolah tidak hanya sekadar rutinitas.
"Supaya membekas dalam diri mereka," kata Maksum Machfoedz, Kamis (11/12).
Terakhir, Maksum menegaskan, doa merupakan aktivitas pribadi tiap orang beragama. Sehingga, tidak bisa dibenarkan, seseorang ikut berdoa dengan cara dari agama lain yang tidak dianutnya.
Misalnya, kata Maksum, jangan sampai seorang murid non-Muslim disuruh mengamini doa yang bersumber dari teks Alquran atau hadis. Demikian pula, seorang murid Muslim jangan berdoa dengan teks dari agama non-Islam.
"Ini tidak bisa ditoleransi," katanya.