REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ustaz Fahmi menanggapi terkait wacana Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah yang akan merevisi tradisi doa di sekolah. Menurutnya, jika betul ke depannya revisi tersebut disahkan, maka semakin membuktikan bahwa paham pemerintahan Presiden Joko Widodo liberal.
"Maka dugaan Muslim akan semakin kuat bahwa pemerintahan Jokowi menganut liberalisme, pluralisme dan sekulerisme (memisahkan urusan duniawi dan agama)," ujar Ustaz Fahmi kepada ROL, Kamis (11/12).
Menurutnya, upaya revisi tersebut seperti mengarah pada menjauhkan siswa terutama Muslim dari simbol-simbol Islam. "Sebetulnya kan tujuan tradisi doa itu guna membentuk karakter. Kalau memang paham pemerintah yang juga selama ini menyebut bahwa pentingnya karakter anak, maka tradisi ini tidak perlu jadi persoalan," katanya.
Dampak buruknya, bila revisi itu jadi disahkan juga, kata dia, akan membuat anak semakin sekuler. "Mayoritas siswa-siswa kita-kan Muslim, negara kita mayoritas Muslim, kenapa harus jadi masalah, toh terkait hak beragama sudah ada aturannya," terang dia.
Sebelumnya Ustaz Fahmi juga menyampaikan, tradisi doa yang identik Islam di sekolah perlu dipertahankan. Bahwa menjadi risiko bagi non-Muslim di sekolah yang mayoritas Muslim, misalnya, begitu juga sebaliknya. Yang terpenting menurutnya yaitu saling menghargai.
"Seperti di NTT, Papua, dan sebagainya yang minoritas Muslimnya misalnya, Muslim wajib menghargai tradisi doa sekolah setempat. Tetapi untuk merubah tradisi doa agar tidak mencirikan suatu agama tertentu saya rasa itu tidak perlu," kata dia. CR05