REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Performa tim nasional (timnas) Indonesia yang naik turun, cenderung merosot, salah satunya dinilai lantaran tidak ada keseragaman standar porsi latihan fisik antara pelatih timnas dengan sejumlah pelatih klub peserta Indonesia Super League (ISL).
Hal itu kemudian menjadi kendala bagi siapa pun pelatih timnas yang bakal menggantikan Alfred Riedl dalam waktu dekat ini. "Masing-masing pelatih di klub punya selera dan standar yang berbeda, dan para pemain harus kembali memakan banyak porsi latihan fisik kembali bersama pelatih timnas," ujar pengurus bidang organisasi PSSI, Hadiyandra di Jakarta, Senin (15/12).
Menurut mantan sekjen PSSI tersebut, pola pelatihan timnas semestinya sudah harus pada tataran teknik dan strategi. Dengan kompetisi yang padat, tambah Hadiyandra, sudah saatnya standar pelatihan fisik diseragamkan kepada para pelatih klub.
Sementara itu, pengamat sepak bola senior Indonesia, Sumohadi Marsis, justru menilai pemicu kemerosotan sepak bola nasional adalah gemuknya klub-klub yang ikut kompetisi di Indonesia. ISL, saran dia, semestinya diikuti tak lebih dari 16 klub.
"Ya, kompetisi Indonesia belum terlalu efektif dengan banyak klub seperti ini," ujarnya.
Selain itu, kata Sumohadi, PSSI juga membutuhkan banyak mitra untuk zonasi pengawasan. Dari Sabang sampai Merauke, PSSI akan sulit melakukan pengembangan sendiri. Sumohadi juga mengusulkan agar PSSI mesti rela membagi kekuasaannya menjadi empat bagian di seluruh Indonesia.
"Perlu ada komda (Komisariat Daerah) di tiap wilayah, yang fungsinya membantu PSSI menggelar kejuaraan nasional amatir di zona masing-masing," ujarnya menambahkan.