REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengapresiasi keputusan Kementerian Hukum dan HAM mengenai konflik internal Partai Golkar yang mengembalikan kepada mekanisme internal partai.
"Kalau memang benar Kemenkumham mengembalikan ke internal partai (Golkar), itu memang sejalan dengan undang-undang," kata Fadli di Gedung Nusantara III, Jakarta, Selasa (16/12).
Fadli mengatakan urusan parpol merupakan urusan internal partai, karena menurut Undang-Undang nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik, pemerintah tidak bisa intervensi masalah internal.
Menurut dia, masalah internal partai diselesaikan melalui mahkamah partai, sehingga tindakan pemerintah hanya bersifat administratif.
"Apabila di mahkamah partai sudah selesai maka pemerintah sifatnya hanya administratif, tidak bisa mengakui satu pihak. Mahkamah partai yang menyelesaikan konflik internal partai," ujarnya.
Dia menilai keberadaan mahkamah partai harus berpihak pada konstitusi partai yaitu AD/ ART. Menurut dia, tidak bisa orang berkumpul lalu mengadakan Musyawarah Nasional, Kongres atau Muktamar karena harus melalui proses tahapan untuk menyelenggarakan kegiatan tertinggi dalam internal partai.
"Kongres, Munas, atau Muktamar merupakan forum tertinggi dalam tiap parpol. Mereka harus mendapat mandat dari DPD, DPC. Tiap parpol memiliki sistem seperti itu," katanya.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan Kementerian Hukum dan HAM menyimpulkan untuk mengembalikan penyelesaian dualisme kepemimpinan Partai Golkar ke internal partai tersebut.
Yasonna mengatakan, keputusan diambil setelah mempertimbangkan segala aspek seperti yuridis, fakta, dan dokumen.
"Setelah kami pertimbangkan, dari semua aspek, yuridis, fakta, dan dokumen, kami menyimpulkan bahwa masih ada perselisihan yang seharusnya Kementerian Hukum dan HAM tidak boleh intervensi keputusan itu," kata Yasonna Laoly, di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Selasa (16/12).
Dia mengatakan internal Golkar sendiri yang harus menyelesaikan masalahnya dan Kemenkumham dengan berat hati, tidak bisa memberikan keputusan terkait dualisme kepemimpinan tersebut.