REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Fernan Rahadi
"Saya bukan pesulap, tapi saya bisa melakukan sulap." Itulah yang dikatakan pelatih timnas Malaysia, Dollah Salleh, kepada wartawan sebelum skuatnya terbang ke Bangkok melalui Sepang, Ahad (14/12) lalu. Tim Harimau Malaya akan menantang Thailand pada babak final leg pertama di Stadion Rajamangala, Bangkok, Rabu (17/12).
Seperti timnas Indonesia, sebenarnya banyak yang meragukan perjalanan timnas Malaysia pada Piala AFF 2014 kali ini. Namun jika Indonesia, seperti diprediksi, tersingkir sejak babak penyisihan grup, maka Harimau Malaya justru melenggang ke final, mengulang pencapaian mereka empat tahun lalu pada Piala AFF 2010.
Mirip dengan skuat Garuda, Malaysia juga tampil buruk pada laga-laga uji coba sebelum dimulainya turnamen AFF. Mereka kalah empat kali dalam lima uji coba terakhir, bahkan salah satunya melawan tim Merah-Putih dengan skor 0-2 pada laga yang digelar di Sidoarjo September lalu.
Pada awal turnamen, skuat Dollah Salleh juga tampil tak meyakinkan. Mereka hanya bermain imbang 0-0 pada laga pertamanya melawan Myanmar, kemudian kalah 2-3 dari Thailand pada laga keduanya. Kritik agar Dollah Salleh dipecat pun menguat.
Namun ternyata kritikan tersebut berbalik menjadi pujian. Di luar dugaan, Malaysia berhasil lolos ke semifinal setelah mengandaskan Singapura 3-1 pada partai terakhir Grup B. Kejutan kembali tercipta saat menantang Vietnam pada semifinal dimana Malaysia berhasil membalikkan keadaan dengan skor 4-2 di Stadion My Dinh setelah di kandang sendiri, Stadion Shah Alam, takluk 1-2.
"Terdapat banyak keraguan saat saya didatangkan pada bulan Juni. Berbagai hasil buruk membuat banyak yang menginginkan saya hengkang. Namun sebagai pelatih saya tahu saya bisa mengubah pemain tak berpengalaman menjadi seorang juara," ujar pelatih yang membawa PDRM FA menjuarai Malaysian Premier League 2014 itu.
Menurut Dollah, kunci kesuksesannya membawa Malaysia ke partai puncak adalah kesabaran. Hal itu sering tidak ditemui dalam dunia sepak bola yang sering mengutamakan hasil secara instan.
"Butuh kesabaran dan waktu. Roma tidak bisa dibangun dalam waktu sehari. Peribahasa itu juga berlaku dalam sepak bola. Orang-orang tidak bisa berharap akan hasil-hasil instan," ujar pria berusia 51 tahun itu.
Indonesia patut belajar dari Malaysia. Lihat saja sebelum turnamen Piala AFF 2014, yang untuk pertama kalinya memakai bola Mitre, Delta V12S, tersebut. Pelatih Alfred Riedl justru memaksakan nama-nama pemain naturalisasi seperti Sergio van Dijk dan Victor Igbonefo masuk ke dalam skuat. Hasilnya, nol besar.
Van Dijk tak berkutik tiap kali dimainkan. Sedangkan Igbonefo justru hanya menjadi penghias bangku cadangan. Sementara Malaysia yang konsisten mengandalkan para pemain pribumi justru mampu melenggang ke partai puncak menantang Thailand.
Berbicara terkait lawannya di final, Dollah pun optimistis meskipun timnya sempat kalah pada babak penyisihan grup. Menurut pria yang pernah melatih Bambang Pamungkas di Selangor FA itu partai terbaik skuatnya sejauh ini adalah saat kalah dari the War Elephants pada 26 November lalu.
"Kami telah mempelajari kelemahan kami, dan saya yakin kami bisa menandingi Thailand pada semua elemen. Ini memang tidak mudah, namun tidak ada yang tidak mungkin dalam sepak bola," kata Dollah.
Well, kita nantikan saja kejutan Dollah pada partai puncak Piala AFF 2014 pada 17 dan 20 Desember ini.