Rabu 17 Dec 2014 17:59 WIB

Pansel Tolak Keberatan Hakim MK Soal Todung dan Refly

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Esthi Maharani
Pakar Hukum Tata Negara , Saldi Isra
Foto: Republika/Palupi
Pakar Hukum Tata Negara , Saldi Isra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia seleksi (Pansel) hakim konstitusi bentukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak keberatan para hakim konstitusi atas dipilihnya Todung Mulya Lubis dan Refly Harun sebagai anggota Pansel. Ketua Pansel Saldi Isra mengatakan, keberadaan Todung dan Refly tidak akan membuat proses seleksi menjadi tidak independen.  

"Menurut kami, dua itu bukan jumlah dominan. Karena dua dari tujuh itu minor," ujarnya dalam konferensi pers di gedung utama Sekertariat Negara, Rabu (17/12).

Saldi melanjutkan, jika hakim keberatan karena Todung dan Refly sering beracara di MK, maka memang itulah yang dibutuhkan oleh Pansel. Sebab, dibutuhkan orang yang memahami MK untuk bisa mencari hakim konstitusi yang tepat.

"Tim menganggap Refly dan Todung adalah orang yang juga tahu MK dan penting untuk hadir," kata dia.

Saldi menjamin, tujuh anggota Pansel yang ditunjuk presiden akan bekerja secara transparan dan obyektif untuk mendapatkan hakim MK yang berintegritas.

Dalam kesempatan yang sama, Refly Harun membantah jika dikatakan ia dan Todung Mulya Lubis sering beracara di MK. Karena itu, dia menilai, kekhawatiran para hakim konstitusi sebenarnya tidak perlu ada.   

"Todung bahkan bisa dicatat berapa kali datang ke MK. Kalau dikaitkan, semua anggota Pansel sering ke MK, baik sebagai ahli maupun lawyer," ucapnya. 

Selama menjadi anggota Pansel, Refly menjamin dirinya tidak akan melakukan aktivitas apa pun yang berhubungan dengan perkara di MK.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi telah membentuk Pansel untuk mencari pengganti Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva yang masa jabatannya akan habis pada Januari 2015. Pansel terdiri dari tujuh orang, yaitu Saldi Isra yang merangkap sebagai ketua, Refly Harun yang merangkap sekertaris, mantan hakim MK Harjono, pakar hukum Todung Mulya Lubis, Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember Widodo Eko Tjahjana, dan pakar hukum dari Universitas Indonesia Satya Arinanto. 

Namun, para hakim konstitusi menolak dua nama yang dipilih presiden, yakni Refly Harun dan Todung Mulya Lubis. Mereka menganggap kedua pakar hukum tersebut aktif beracara di MK, baik saat mengajukan persidangan, maupun sebagai pengacara yang membela kliennya di MK.

"Kalau sebagai saksi ahli tidak masalah, tapi kalau advokat, ahli hukum, itu kan punya kepentingan dalam berperkara di sini, terkait kliennya. Kemudian keduanya diberi tugas seleksi hakim. Kan sebaiknya tidak seperti itu," kata Sekjen MK Janedjri M Gaffar.

Dia menambahkan, atas keputusan yang telah diambil dalam rapat bersama tersebut, para hakim MK sepakat merekomendasikan Ketua MK Hamdan Zoelva untuk segera mengirim surat keberatan pada presiden.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement