REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir yang baru terpilih untuk masa jabatan 2014-2019 mengatakan lebih tertantang untuk meningkatkan pendapatan ketimbang menurunkan rasio utang.
"Rasio utang dalam kisaran tertentu tidak menjadi masalah. Berutang itu juga tidak dosa, asalkan hasilnya bisa lebih baik. Jangan sampai saya bilang perusahaan tidak boleh berutang, tetapi listrik mati terus," kata Sofyan di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa.
Usai dilantik menjadi orang nomor satu di perusahaan listrik milik negara tersebut, Sofyan langsung dicecar wartawan yang mempertanyakan kemampuannya membenahi PLN.
Sofyan yang sebelumnya menjabat Dirut Bank BRI ini mengakui utang PLN saat ini cukup besar mencapai Rp 471 triliun.
"Fasilitas kredit yang diterima PLN tentunya untuk meningkatkan performa perusahaan, khususnya meningkatkan elektrifikasi serta memperbaiki infrastruktur," tegasnya.
Menurutnya, perusahaan apapun itu boleh berhutang, namun bagaimana kita bisa memperbesar pendapatan serta efisiensi biaya.
Untuk itu ia menekankan perlu kebersamaan tim kerja di perusahaan?agar setiap program kerja dapat berjalan dengan baik.
"Kami tinggal meneruskan saja apa yang sudah dilakukan oleh pendahulu kami. Karena pak Nur Pamudji (mantan Dirut PLN) sudah melakukannya dengan baik," ujar Sofyan.
Sementara itu, Menteri BUMN Rini M Soemarno meyakini PLN di bawah kepemimpinan Sofyan Basir dapat menurunkan utang perseroan.
"Kami yakin utang PLN mampu tertangani dengan baik. Dengan latar belakang bankir beliau bisa mengatasi berbagai persoalan di PLN seperti pengalamannya yang mampu mengembangkan SDM di BRI yang jumlahnya tidak jauh beda banyak dengan PLN," ujar Rini.
Selain menunjuk Sofyan, Kementerian BUMN selaku kuasa pemegang saham juga menetapkan tujuh direktur lainnya yaitu Sarwon Sudarto, Nicke Widyawati, Supangkat Iwan Santoso, Amin Subekti, Amir Rosidin, Murtaqi Syamsuddin, Nasri Sebayang.
Sedangkan untuk posisi Dewan Komisaris diangkat Chandra Hamzah sebagai Komisaris Utama, dengan anggota komisaris Budiman dan Hasan Bisri.