Rabu 24 Dec 2014 06:17 WIB

Perbatasan Rafah Masih Dibuka

 Pos penyeberangan perbatasan Rafah, antara Mesir dan Jalur Gaza, di Rafah, Mesir.
Foto: AP/Roger Anis
Pos penyeberangan perbatasan Rafah, antara Mesir dan Jalur Gaza, di Rafah, Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID, RAFAH -- Mesir tetap membuka perlintasan perbatasan Rafah dengan Gaza untuk hari ketiga. Sejak hari kedua, sudah 2.000 orang melewati perbatasan itu.

Perlintasan Rafah, satu-satunya akses ke Jalur Gaza yang tidak dikendalikan Israel, dibuka Ahad untuk hanya waktu kedua dalam dua bulan guna mengizinkan orang-orang yang terdampar di Mesir memasuki kantung wilayah Palestina tersebut.

Kantor berita negara MENA melaporkan bahwa 1.950 orang telah menggunakan perlintasan itu sejak dibuka.

Dikatakan bahwa 1.137 orang datang dari Gaza dan 813 orang pergi ke kawasan tersebut dari Mesir pada Minggu dan Senin.

Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bulan lalu bahwa lebih 3.000 warga Palestina telah terdampar di Mesir sejak perlintasan itu ditutup menyusul serangan bunuh diri di Sinai Utara pada 24 Oktober yang membunuh 30 tentara.

Banyak warga Palestina yang melintas melalui perlintasan Rafah adalah mahasiswa menuju universitas-universitas di Mesir atau lainnya, atau orang-orang yang memerlukan perawatan medis. Selama enam bulan pertama tahun ini, ketika perlintasan itu tutup selama seluruhnya 22 hari, rata-rata 6.400 orang melintas tiap bulan, kata PBB.

Rafah adalah salah satu pintu perbatasan utama wilayah miskin Gaza, tempat 1,8 juta rakyat Palestina tinggal, dengan dunia luar, yang tidak berbatasan dengan Israel, yang menutup jalur itu dan mengizinkan lintas batas hanya untuk bantuan kemanusiaan.

Mesir menutup perbatasan pada 25 Oktober setelah gerilyawan Islam di kawasan Sinai menewaskan anggota pasukan tersebut dalam suatu aksi kekerasan anti negara yang terburuk sejak Presiden Mohamed Mursi digulingkan pada Juli 2013.

Sejak saat itu, Kairo telah telah membuka perbatasan dua kali untuk memungkinkan ribuan rakyat Palestina yang terdampar di Kairo dan tempat-tempat lain kembali ke Gaza, yang didominasi oleh pendukung faksi Hamas.

Hamas memiliki hubungan lama dengan kelompok Persaudaraan Muslim, yang diusir dari Mesir ketika Mursi digulingkan, namun hubungannya dengan pemerintah sekarang tegang. Maher Abu Sabha, direktur perbatasan yang ditunjuk Hamas, mengatakan bahwa perbatasan Rafah akan dibuka selama dua hari untuk memungkinkan rakyat Gaza yang sakit melakukan perjalanan ke Mesir dan tempat-tempat lain untuk berobat dan warga negara asing dan pelajar untuk masuk ke Gaza.

Seorang pejabat Mesir mengatakan "karena alasan keamanan" belum ada keputusan untuk membuka secara permanen dan penuh perbatasan Rafah seperti sebelum 25 Oktober. Para pemimpin Hamas telah menjauhkan diri dari Mesir dan Sinai serta mengatakan tidak memiliki pasukan bersenjata di luar wilayah Palestina.

Sejumlah anak berdiri di pagar perbatasan sementara itu beberapa yang lain tertidur di dekat tumpukan barang-barang mereka yang berada di pintu gerbang perbatasan saat keluarga mereka menanti izin keluar.

"Saya telah menanti tiga bulan untuk keluar. Ini sangat buruk," kata Mnwar Shaath, 58, seorang warga Gaza yang mengenakan busana hitam menutup seluruh tubuhnya. Ia tinggal di Arab Saudi dan tengah mengunjungi kerabatnya di Gaza.

"Saya sakit dan saya takut akan meninggal dunia di sini, jauh dari anak-anak saya. Saya ingin pulang dan meninggal dunia di tengah-tengah mereka," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement