REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Minuman keras (miras) terus menimbulkan keprihatinan. Bahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan lantang mendesak agar industri miras dihentikan.
“Semua bentuk penjualan, produksi dan perdagangan miras harus dihentikan,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan kepada Republika, Ahad (21/12).
Pernyataan ini disampaikan menyusul terus berjatuhannya korban miras oplosan, sedangkan miras justru semakin mudah didapatkan di berbagai pasar swalayan.
Berdasarkan pantauan Republika di sejumlah swalayan, produk miras berada di rak yang dapat dengan mudah dijangkau anak-anak.
Di sebuah swalayan, bahkan miras ditempatkan di rak umum, berbaur dengan aneka makanan ringan. Amirsyah sangat menyesalkan hal ini. “Yang namanya miras itu haram dan harus dihindarkan, terutama dari jangkauan anak-anak,” katanya.
Ia menjelaskan, keharaman miras tidak berhenti pada keharaman zat miras, namun juga pada setiap aktivitas yang berkaitan dengan miras. Karena itu, ia menyeru agar segala bentuk penjualan, produksi, dan perdagangan miras dihentikan.
Sebagai negara hukum, menurutnya, miras seharusnya diatur dengan lebih tegas. Konsekuensi hukumnya juga harus dijalankan tanpa pandang bulu. “Bagi yang melakukan penyalahgunaaan terhadap miras harus ditindak.”
Suara lantang juga dilontarkan Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI, Cholil Nafis. Ia mendesak pemerintah untuk segera memusnahkan miras yang beredar di masyarakat. Ini perlu dilakukan sebelum masyarakat bertindak sebagai penegak hukum sendiri.
Cholil melihat miras merupakan pangkal dari segala kerusakan. Hal ini karena miras menyerang organ-organ penting manusia seperti otak. Jika otak rusak, pemikiran orang tersebut juga rusak. “Kalau pikiran sudah rusak, hidup jadi ikut rusak.”
Karena itu, menurutnya, semua pihak wajib ikut serta memberantas miras di Indonesia. “Seluruh komponen, seperti pemerintah, ulama, masyarakat, dan penegak hukum berkewajiban membasmi miras.”