Senin 05 Jan 2015 01:16 WIB

Larangan Guru Agama Asing, ICIS: Dari Dulu Kita Sudah Kerja Sama dengan OKI

Rep: C14/ Red: Bayu Hermawan
Siswa madrasah membaca buku di perpustakaan.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat/ca
Siswa madrasah membaca buku di perpustakaan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI telah mengeluarkan revisi peraturan menteri (Permenaker) 40 Tahun 2012. Isinya, melarang sama sekali tenaga kerja asing (TKA) untuk bekerja pada sektor pengajaran agama apa pun di Indonesia.

Menanggapi hal terserbut, Direktur International Conference of Islamic Scholars (ICIS) Nashihin Hasan menilai regulasi tersebut kurang memperhatikan adanya fakta. Ia mengatakan sudah lama Indonesia mengadakan kerja sama di bawah Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam program pertukaran guru-guru agama antarnegara.

Salah satu negara yang sering mengirimkan TKA pengajar agama, kata Nashihin, ialah Mesir, tepatnya Universitas Al-Azhar. Sehingga, kebijakan Kemenaker tersebut seyogianya ditinjau ulang.

"Itu sudah berlangsung dari OKI. Bahwa ada hubungan (pertukaran) tenaga guru agama antar negara-negara Islam. Itu sudah diatur," ujar Nashihin Hasan saat dihubungi Republika di Jakarta, Ahad (4/1).

Ia melanjutkan, pemerintah perlu berfokus tidak hanya tentang TKA pengajar agama di Indonesia, melainkan juga tenaga pengajar Indonesia di luar negeri. Hal ini terutama berkaitan dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dimulai pada tahun ini.

Menurutnya, MEA akan sangat berbahaya bila pemerintah tidak memiliki kesiapan. Sebab ada kemungkinan besar TKA membanjiri Indonesia. Baik pada sektor ekonomi keahlian, seperti tenaga medis atau pengajar, maupun pada sektor ekonomi jasa menengah.

"Bisa saja nanti tukang cukur rambut pun (di Indonesia) dari luar negeri," ucapnya.

Maka, Nashihin menekankan, pentingnya bagi pemerintah memperkuat posisi tawar tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Khusunya, TKI yang profesional dalam hal pengajaran agama.

Nashihin mencontohkan Malaysia. Ia mengatakan di negara itu tenaga pengajar agama dari Indonesia menempati posisi yang kurang sesuai dengan tingkat kemampuannya.

Hal itu disebabkan, kata Nashihin, orang Malaysia masih ingin meneguhkan standar, Indonesia tidak boleh lebih baik dari Malaysia di negeri Malaysia sendiri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement