Ahad 18 Jan 2015 04:00 WIB

Divonis Cacat. Santri Yusuf Mansur Ini Justru Mampu Menulis Buku

Rep: c 03/ Red: Indah Wulandari
Buku Rian Fadhil Hidayat
Foto: Gramedia
Buku Rian Fadhil Hidayat

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menggerutu? Tak terima? atau bahkan sampai menghujat Allah SWT?

Tak jarang ungkapan itu yang sering terucap oleh sebagian orang saat diberi ujian atau musibah oleh Allah SWT. Hingga tak mampu menemukan hikmah yang terkandung di balik ujian atau musibah yang terjadi.

Tapi tidak bagi Rian Fadhil Hidayah. Remaja berusia 15 tahun ini pernah mengalami peristiwa paling mengerikan dalam hidupnya. Ia mendapatkan puluhan jahitan di kepala akibat kayu yang menancap tepat di ubun-ubunnya, menembus hingga kerangka tengkoraknya.

“Alhamdulillah Allah SWT sayang saya,” itulah kalimat pembuka yang keluar dari mulutnya saat Republika mencoba menggali kembali memorinya pada peristiwa yang terjadi 26 Desember 2013 lalu.

Kejadian itu bahkan sampai membuat geger seluruh santri dan pengasuh Pondok Pesantren Penghafal Alqur’an (PPPA) Darul Quran pimpinan ustadz Yusuf Mansur yang menjadi tempat Rian menimba ilmu sejak tiga tahun lalu.

“Kejadiannya cepat, pintu itu jatuh dan saya sudah tak ingat apapun,” tutur siswa kelas 3 madrasah tsanawiyah ini.

Di kamar lantai  tiga wisma putra, suara gaduh teman-temannya saat itu membuat Rian memilih untuk mencari tempat yang lebih sepi untuk menghafal Alquran dengan nyaman. Ia pun memilih bangku panjang di dekat lemari lapuk.

Malang tak dapat ditolak, ujung pintu lemari itu patah. Patahan kayu seukuran dua jengkal tangan orang dewasa itu jatuh dan masuk menusuk persis di ubun-ubun kepalanya.

Seketika Rian pun tak sadarkan diri. “Kata dokter sudah vonis yang begini ini, kalau sembuh paling gak dia cacat, yang kena otak kebayang nggak tuh serpihan masuk,” kata ustadz Yusuf Mansur mengomentari kisah Rian.

Namun, anak tunggal pasangan Cahyo Winarto Wibowo dan Esti Rohati itu berkeyakinan bahwa Allah SWT akan senantiasa menjaga pengingatan dari orang-orang yang senantiasa menghafalkan Alquran.

Vonis cacat atas dirinya membuatnya lebih yakin akan takdir dan keajaiban Allah SWT. Sebab itu, peristiwa yang menimpanya pun ia anggap bukan sebagai bencana, melainkan keajaiban.

“Alhamdulillah, malah hafalan saya juga lebih cepat lagi,” katanya.  

Bahkan setelah kejadian tersebut anak laki-laki dari desa Kedung Dining, Patik Jaya Banyumas itu menjadi santri PPPA Darul Qur’an pertama yang mampu menuliskan kisahnya menjadi sebuah buku.

Buku pertama berjudul ‘Keajaiban Itu Nyata’ menceritakan kisah-kisah inspiratif yang dialami Rian selama hidupnya.

"Dari kejadian itu saya terispirasi untuk buat buku, agar orang dapat belajar dari kisah saya dan percaya bahwa keajaiban itu nyata," katanya.

Padalah kata Rian dalam mata pelajaran bahasa Indonesia untuk materi menulis dan mengarang merupakan pelajaran yang paling tidak disukainya.

Rencananya hasil penjualan bukunya itu akan disumbangkan seluruhnya untuk infak kepada pondok pesantren Darul Qur’an.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement