Ahad 18 Jan 2015 09:31 WIB

Pemerintah Berjanji Segera Revisi PP Lahan Gambut

Rep: C78/ Red: Bayu Hermawan
Lahan gambut, ilustrasi
Lahan gambut, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2014 tentang kebijakan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.

Menteri LHK, Siti Nurbaya mengatakan revisi ini penting karena seringnya terjadi kasus kebakaran hutan di lahan tersebut. Langkah revisi akan diawali dengan pengumpulan rekomendasi dari sejumlah pakar.

"Kami ingin revisi PP dapat diterima semua kalangan, yakni tidak menyulitkan pengusaha sawit dan kebakaran hutan tidak terjadi lagi," katanya.

Ia melanjutkan, harus diakui bahwa sawit berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun kebakaran hutan juga merugikan negara dan dunia internasional.

Sebelumnya, kalangan pengusaha memprotes isi Pasal 23 ayat 3a yang menyatakan ekosistem gambut dinyatakan rusak apabila level air gambut lebih dari 0,4 meter dari permukaan.

Dengan aturan tersebut, batas muka air gambut akan merendam akar pohon perkebunan dan hutan tanaman karena panjang akar biasanya melebihi 1 meter. Akibatnya, pohon yang ditanam akan mati.

Di sisi lain, lanjutnya sejumlah pengamat dan aktivis lingkungan menginginkan jarak air dari permukaan lahan gambut yaitu 0,2 meter. Tujuannya agar kebakaran hutan dapat tercegah mengingat karakter lahan gambut yang basah.

Makanya, agar revisi PP diterima semua kalangan, kementerian akan melakukan sejumlah pengkajian oleh para pakar, serta mengajak berdialog bagi semua pihak terkait lahan gambut dan sawit.

"Termasuk dunia usaha juga kita ajak bicara," ujarnya.

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Teguh Surya mengungkapkan, menteri harus memastikan PP Gambut direvisi demi memperkuat komitmen presiden dalam melindungi gambut total.

Ia menekankan agar revisi dilakukan atas landasan keilmuan dibarengi unsur kehati-hatian. Sebab para kelompok ahli pun terbelah, di mana ada kelompok yang telah terpengaruh dunia usaha.

"Pada dasarnya, pengelolaan hutan tanaman industri dan sawit di lahan gambut jelas tindakan bunuh diri ekosistem," katanya.

Alasannya pengelolaan gambut mesti dengan tanaman yang beradaptasi dengan gambut. Makanya, tak boleh ada kanalisasi yang mengeringkan lahan.

Aturan peralihan dan penutupan lahan, lanjut dia, masih menjadi batu ganjalan dalam melindungi ekosistem gambut.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement