REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan pemerintah tidak perlu khawatir menghadapi kritikan dan 'imbauan' dari negara lain tentang pelaksanaan hukuman mati.
"Ada lima alasan mengapa hukuman mati tersebut harus dilaksanakan," kata Hikmahanto menanggapi eksekusi hukuman mati yang dilakukan terhadap enam terpidana kasus narkoba di Jakarta, Ahad (18/1).
Kelima alasan tersebut adalah pertama, negara yang mengimbau untuk tidak dilaksanakan adalah negara dari warga yang akan dieksekusi.
Ini hal wajar karena setiap negara mempunyai kewajiban untuk melindungi warganya di luar negeri. Inipun yang sering dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya yang menghadapi eksekusi hukuman mati.
Kedua, lanjutnya, ada negara-negara di dunia yang hendak menyebarkan moral tertentu kepada negara lain. Salah satunya adalah negara-negara yang tergabung di Uni Eropa.
Mereka melakukan 'lobby' kepada banyak negara untuk menghapus hukuman mati karena tidak sesuai dengan moral yang mereka anut. Mereka akan mengkritik negara yang melaksanakan hukuman mati.
Ketiga, penerapan hukuman mati masih dianut dibanyak negara, termasuk di sejumlah negara bagian di Amerika Serikat. Penerapan hukuman mati sama sekali tidak terkait dengan tingkat peradaban suatu masyarakat di suatu negara.
Keempat, adanya hukuman mati dan pelaksanaannya merupakan wujud dari kedaulatan dan penegakan hukum suatu negara. Tidak ada negara asing yang berhak untuk melakukan intervensi. Ini sepanjang due process of law dan dapat dipastikan tidak adanya proses hukum yang sesat.
Sedangkan kelima Hikmahanto mengatakan meski terdapat kontroversi diterapkannya hukuman mati di Indonesia namun karena MK sebagai lembaga yang paling berwenang untuk menafsirkan Undang-Undang Dasar telah memutus bahwa hukuman mati tidak bertentangan dengan Konstitusi Indonesia maka jelaslah pandangan Rakyat Indonesia terhadap hukuman mati.
Oleh karenanya pemerintah harus tetap konsisten dan tidak mengendur dalam melaksanakan hukuman mati mengingat ada sejumlah terpidana mati yang masih menunggu.
"Pemerintah tidak boleh diskriminatif atau inkonsisten dalam melaksanakan hukuman mati dengan melihat asal kewarganegaraan terpidana mati," katanya.