REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Myuran Sukumuran, terpidana mati kasus narkoba asal Australia yang dikenal dengan Bali Nine, Todung Mulya Lubis tengah mengulur waktu eksekusi mati bagi kliennya. Ia mengaku tengah mempersiapkan banding atas penolakan grasi untu kliennya oleh Presiden Joko Widodo.
Sebelumnya Jokowi mengatakan eksekusi lebih dari 50 terpidana mati pelaku narkoba diperlukan. Soalnya Indonesia saat ini dalam level 'darurat narkoba.'
Todung mengatakan, hukuman mati itu kejam dan tidak efektif. Di sisi lain, hukuman mati di Indonesia mengabaikan fakta bahwa kejahatan narkotika di Indonesia dijalankan secara sistematis, sehingga merupakan kejahatan terorganisir.
"Saya setuju bahwa kita harus menghukum pengedar narkoba seberat-beratnya, namun ada alternatif lain selain hukuman mati," kata Todung, dilansir dari the New Zealand Herald, Selasa (21/1). "Seperti penjara seumur hidup tanpa remisi apapun," Todung menambahkan.
Seperti diketahui, Andrew Chan dan Myuran Sukumuran adalah dua warga negara Australia anggota Bali Nine, pengedar narkoba yang tergabung dalam lalu lintas heroin Indonesia-Australia. Keduanya divonis hukuman mati pada 2006 dan akan dieksekusi mati tahun ini.
Todung mengatakan keduanya bukan dalang utama dari sindikat tersebut. Menurut pengacara kondang ini, validitas judicial review dalam sengketa dengan pengadilan tertinggi dan konstitusi di Indonesia bisa diajukan beberapa kali.
Tahun ini, Indonesia berencana melaksanakan hukuman mati terhadap sisa terpidana mati narkoba. Jokowi mengatakan, sekitar 50 orang per hari atau 18 ribu orang per tahun meninggal akibat narkoba di Indonesia.