REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor menilai sikap Partai Golkar kubu Agung Laksono tidak mempersoalkan posisi Golkar di Koalisi Merah Putih (KMP) sebagai langkah positif. Selanjutnya, kubu Agung maupun kubu Aburizal Bakrie (Ical) disarankan untuk menggelar musyawarah nasional (munas) islah untuk menentukan kepengurusan baru.
"Ini langkah positif, satu kunci sudah terbuka, kunci yang lain tinggal bagaimana menyusun kompiosisi kepengurusan.Kedua kubu bersama-sama sebaiknya menggelar munas islah seperti yang disarankan Akbar Tanjung," kata Firman saat dihubungi, Rabu (21/1).
Untuk meleburkan kedua kubu, menurut Firman, langkah yang paling elok adalah melaksanakan munas. Kedua kubu memilih kepengurusan dengan proporsi yang seimbang.
"Karena dari sisi massa dan sisi legalitas Ical yang jauh lebih baik, ketuanya tetap Ical. Tapi mungkin komposisi elit akan dibagi proprosional dengan kubu Agung," ujar Firman.
Sikap kubu Agung yang mulai melonggar diperkirakan Firman karena Agung mulai menyadari peluang untuk bergabung dengan Presiden Joko Widodo. Agung dinilainya menyadari kebijakan Jokowi yang cenderung kontroversial tidak memberikan dampak positif terhadap posisi politiknya.
Selain itu, Firman melanjutkan, melunaknya sikap kedua kubu lantaran semakin dekatnya pelaksanaan Pilkada serentak.
"Ini elite-elite Golkar nampaknya sadar, kalau diteruskan (konflik) akan merugikan partai. Kalau tidak ada kepengurusan yang definitif nanti akan berantakan, tidak ada yang mewakili Golkar di pilkada nanti," ungkapnya.
Perundingan islah Partai Golkar antara kubu Ical dan kubu Agung mulai menemui titik terang. Kedua kubu sudah saling sepakat untuk tidak mempersoalkan posisi Golkar di KMP.