REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis meminta televisi tidak menyiarkan secara langsung penggerebekan kelompok teroris oleh kepolisian. Karena penggerebekan itu dinilai tidak layak menjadi tontonan masyarakat.
"Penayangan itu menyebabkan masyarakat menjadi imun. Masyarakat menganggap terorisme sebagai tontonan biasa," katanya dalam bedah buku 'Al Qaeda: Kajian Sosial Politik, Ideologi dan Sepak Terjangnya' karya As'ad Said Ali di Kampus UIN Jakarta, Senin (26/1).
Hadir dalam bedah buku itu sejumlah pakar dan pengamat terorisme, antara lain Rumadi Ahmad, Asep Kususanto, dan Zainul Milal Bizawie. Dalam kesempatan itu, Cholil mengingatkan, pemberantasan terorisme tidak cukup dengan menangkap dan mengadili para teroris. "Tidak cukup sekadar mengatasi teorisnya, tetapi juga yang terpenting adalah ismenya," kata Cholil.
Menurutnya, persoalan "isme" atau ideologi yang mendorong orang untuk melakukan aksi teror itu yang perlu diatasi.
Para pelaku teror dan pihak-pihak yang merekrut para calon "pengantin" yang akan menjalankan aksi teror selalu mengaitkan aksi yang mereka lakukan dengan spirit Agama Islam.
Menurut Cholil, MUI senantiasa mengingatkan kepada masyarakat bahwa ideologi Islam yang diusung oleh para teroris hanyalah merupakan alat pembenar untuk melakukan berbagai tindak kejahatan terorisme.
Sementara itu, sejarawan dan pengamat teroris Zainul Milal Bizawie mengatakan, munculnya terorisme di beberapa negara itu adalah karena kekuasaan dan ketidakadilan. Dekan Fakultas Ushuludin UIN Jakarta Prof Dr Masri Mansoer saat memberikan pengantar mengatakan diskusi buku "Al Qaeda" itu memberikan pesan kepada mahasiswa untuk berhati-hati dalam memilih organisasi kemahasiswaan agar tidak terjebak dalam jaringan terorisme internasional.