REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang hubungan Luar Negeri MUI, Muhyiddin Junaidi mengatakan, Negara Barat selalu mengaku sebagai negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, saat Islam dihina oleh Charlie Hebdo, mereka diam saja.
"Padahal perilaku Charlie Hebdo menghina Islam itu merupakan pelanggaran HAM, namun tidak ada sanksi apapun. Makanya Charlie Hebdo semakin menjadi-jadi dalam menghina Islam sebab merasa dilindungi oleh pemerintah Barat," kata Muhyiddin, Selasa (27/1).
Menurut dia, kalau negara Barat mau melindungi HAM umat Muslim untuk beragama, maka tingkah Charlie Hebdo tidak akan dibiarkan. Namun dia memahami kalau negara Barat cenderung diam saat Islam dinistakan. Mereka selalu menggunakan standar ganda pada kasus Islam.
Muhyiddin menjelaskan, pembiaran oleh Barat sudah terjadi sejak lama. Dua tahun lalu Indonesia pernah mengajukan protokol Anti Penistaan Agama kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Protokol tersebut menyebutkan, sebuah kebebasan tidak boleh diartikan sebagai kebebasan menghina, mengejek agama apapun.
"Namun rupanya tidak semua negara mau menandatangai Protokol Anti Penistaan Agama," kata Muhyiddin, Selasa, (27/1).
Bagi negara-negara yang menandatangani Protokol Anti Penistaan Agama, mereka wajib menerapkan aturan di dalamnya, baik secara moral maupun hukum. Namun sayangnya negara Barat banyak yang enggan menandatangani protokol tersebut.