REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik LIPI Ikrar Nusa Bhakti menilai hambatan utama kinerja Presiden Joko Widodo adalah PDIP selaku partai pengusungnya dalam Pilpres 2014 silam.
"Hambatan utama kinerja presiden adalah partai pendukungnya sendiri, terutama PDIP, karena partai ini benar-benar amburadul komentar politiknya," kata Ikrar Nusa Bakti dalam diskusi bertajuk 100 Hari Pemerintahan Jokowi-JK yang diselenggarakan Forum Intelektual Studi Untuk Indonesia (FIS UI) di Jakarta, Kamis (29/1).
Ikrar mencermati, setidaknya ada dua kesalahan kader PDIP dalam berkomentar secara politik yang menimbulkan pertanyaan di publik.
Pertama, terkait pernyataan politisi PDIP Effendi Simbolon yang menakar usia jabatan Presiden Jokowi tidak akan lama lagi berakhir karena akan dimakzulkan.
Ikrar mempertanyakan apakah Effendi Simbolon mengerti bahwa Presiden tidak bisa dimakzulkan karena kinerja, melainkan karena melanggar UUD 1945.
Kedua, terkait pernyataan Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menyebutkan adanya permainan politik yang dilakukan Ketua KPK Abraham Samad yang diketahui politisi PDIP.
Dalam pernyataannya Hasto mengatakan pertemuan Samad dengan politisi PDIP dilakukan berkali-kali.
"Jika benar Abraham Samad cawe-cawe, kalau pertemuannya sampai enam kali artinya PDIP memberikan kesempatan buat Abraham Samad. Artinya kalau Abraham Samad nakal, PDIP nakal juga," kata dia.
Lebih jauh Ikrar mengatakan tantangan terberat bagi Jokowi saat ini adalah untuk menentukan apakah dirinya bemar-benar akan membasmi mafia-mafia ekonomi dan korupsi atau justru melenggang dan kehilangan kepercayaan publik.