REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Curah hujan yang tinggi dan kondisi alam yang sudah rusak menjadi penyebab banjir yang terjadi di wilayah Jabodetabek. Selain itu, pesatnya pembangunan saat ini mengabaikan aspek resapan air menjadi faktor utama phenomena banjir.
Pengamat perkotaan, Yayat Supriyatna mengatakan, banjir saat ini permasalahanya datang dari hulu hingga hilir. Akan tetapi kondisi di Jakarta (hilir) lebih parah karena pembangunan di Kota Jakarta sudah tidak terkendali.
"Pesatnya pembangunan di wilayah Jakarta mengabaikan aspek resapan air, sehingga banjir mengancam dari waktu ke waktu," ujarnya kepada Republika, Senin (9/2).
Ia melanjutkan di Jakarta banyak sekali kawasan yang sengaja ditinggikan, sehingga saat musim hujan tiba air tumpah ke jalan. Menurutnya sistem drainasi di wilayah Jakarta sejak tahun 1970 cukup mempengaruhi kondisi banjir saat ini. Sementara, pembangunan yang pesat saat ini tidak diiringi dengan pembangunan wilayah resapan air.
"Jadi saat ini ruang terbuka untuk resapan air semakin menyempit dan air tumpah kemana-mana," katanya.
Menurutnya untuk mengatasi banjir ada dua aspek yang harus diperkuat. Pertama, aspek penyimpanan air. Kedua aspek pembawa air. Aspek penyimpanan air bisa dengan membangun waduk dan setu untuk menampung air yang melimpah di musim hujan. Aspek pembawa air bisa dengan memaksimalkan fungsi sungai dan saluran air di setiap wilayah.
"Jadi jelas air mengairnya kemana," ucapnya.
Ia menilai banyak sekali saluran air di pemukiman tidak terkoneksi dengan sungai-sungai yang ada. Bisa dikatakan sistem drainase sudah tidak berfungsi maksimal lagi. Sehingga banyak air mengalir melalui jalur yang tidak semestinya.
Yayat menegaskan, harus ada kordinasi juga antar wilayah sekitaran Jakarta untuk mengatasi banjir. Ia menambahkan saat ini bagaimana pemerintah Jakarta dan wilayah di sekitarnya membuat program bersama untuk mengatasi banjir.
"Minimal dalam waktu dekat ini pemerintah menargetkan membangun tempat penampungan air dan membuat wilayah resapan air," katanya.