REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama menyampaikan bahwa dirinya tak ingin mengeluarkan surat siaga darurat bencana di Jakarta. Hal ini ia lakukan untuk mencegah potensi korupsi dana bencana. Ahok mengaku ditekan oleh berbagai pihak untuk mengeluarkan surat tersebut.
"Saya tidak bisa jamin setelah dana keluar tidak ada pihak yang bermain," kata Ahok di Balai Kota, Rabu (11/2). Ia mengatakan, cadangan dana bencana saat ini sebesar tiga sampai empat triliun rupiah.
Untuk menanggulangi banjir saat ini, Pemerintah Provinsi akan fokus pada efektivitas operasi pompa. Caranya dengan mengaktifkan seluruh gardu listrik yang ada. Ahok sendiri sudah meminta presiden untuk mengintruksikan agar PLN terus menghidupkan listrik sepanjang hujan turun.
Menurutnya, banjir terus terjadi karena sejumlah pompa mati. Genangan air hujan tidak bisa dibuang. "Nih kata siapa pompanya hidup 24 jam?" tanya Ahok sambil menunjukkan foto pompa Pasar Ikan yang mati. Begitu juga pompa di Pluit. Di Pasar Ikan seharusnya ada enam pompa yang jalan untuk membantu pengaliran air. Tapi hingga tadi siang, hanya ada satu atau dua yang hidup.
Pompa itu sangat penting, karena aliran air semua masuk ke saluran tersebut. Saat ini permukaan air laut lebih tinggi. Tapi kondisinya masih minus 150. Namun PLN sudah mematikan lampu dengan alasan menghindari konslet kabel bawah tanah. Padahal, biasanya pemadaman listrik dilalukan saat tinggi air mencapai 145 Cm. Apalagi saat ini gardu listrik sudah setinggi 2,8 meter. Seharusnya listrik masih bisa hidup.
"Lihat sungai-sungai seperti di Gajah Mada tidak ada airnya. Seharusnya bisa dialirkan ke sana. Tapi pompanya mati," tandas Ahok. Ia mengibaratkan Jakarta seperti baskom yang diisi air terus menerus dan lambat laun airnya meluap.