REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Media pemerintah melaporkan, Jumat (13/2), bentrokan antara pasukan Myanmar dan gerilyawan etnis Kokang di dekat perbatasan Cina telah menewaskan 47 tentara Myanmar dan 73 lainnya terluka.
Surat kabar Global New Light of Myanmar melaporkan, dalam beberapa hari terakhir telah terjadi lebih dari 13 bentrokan antara pasukan pemerintah dan gerilyawan. Pemerintah juga telah melancarakan sekitar lima serangan udara ke wilayah gerilyawan.
Hingga saat ini jumlah korban dari pihak gerilyawan belum diketahui. Laporan mengatakan, kelompok pemberontak Kokang yang dipimpin mantan pemimpin Kokang Phone Kya Shin menyerang pangkalan militer dengan tujuan menguasai Laukai, yang merupakan ibukota Kokang di dekat perbatasan. Wilayah tersebut berada 800 kilometer timur laut Yangon.
Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak telah menimbulkan kekhawatiran emerintah Cina. Mereka khawatir akan adanya gelombang penduduk desa yang melarikan diri dari kekerasan ke wilayah perbatasan Cina tersebut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Hua Chunying mengatakan, Cina mendukung upaya untuk menyelesaikan sengketa secara damai. Ini dilakukan agar pengungsi bisa secepat mungkin kembali ke Myanmar.
Pertempuran antara pemberontak dan tentara pada 2009 silam, mendorong ribuan pengungsi ke wilayah barat daya Cina. Hal itu menimbulkan kemarahan di pihak Beijing.
Kelompok gerilyawan Kokang atau Aliansi Angkatan Darat Nasional Demokratis Myanmar (MNDAA), awalnya merupakan kekuatan tempur utama Partai Komunis Burma. Mereka berhenti beroperasi setelah gencatan senjata ditandatangani dengan pemerintah militer pada 1989.