REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dunia Barat kembali mencuatkan sikap Islamofobia. Ini terutama berkaitan
dengan maraknya aksi kekerasan yang dilakukan kelompok-kelompok ekstremis, seperti ISIS atau pada insiden Charlie Hebdo awal Januari lalu.
Sikap Islamofobia itu, misalnya, tampak jelas pada insiden tewasnya tiga orang warga Muslim Amerika Serikat (AS) oleh pria yang mengaku pembenci agama. Dalam pandangan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri, KH Muhyiddin Junaidi, Islamofobia lahir bukan tanpa sebab.
"Kalau dirunut dari sisi sejarah, jumlah umat Islam di benua itu (Eropa) terus meningkat. Kenaikan itu hingga 247 persen dibandingkan dengan pengikut agama lain," ujar Kiai Muhyidin kepada ROL, Selasa (17/2).
Kiai Muhyiddin melanjutkan, demikian pula dengan bangunan-bangunan publik milik umat Islam, semisal masjid atau madrasah, yang kian meningkat pesat jumlahnya. Apalagi, kaum Muslin Eropa dewasa ini kian terdidik.
"Tidak seperti era 1990-an, Muslim kini banyak mengisi peran dan pekerjaan yang penting di Eropa. Misalnya, musisi, pemain bola, cendekiawan, atau anggota dewan. Faktanya begitu, jadinya sejajar (Muslim dengan non-Muslim)," ujarnya.