REPUBLIKA.CO.ID,MEDAN--Perayaan Tahun Baru Imlek merupakan momentum untuk meningkatkan silaturahim, baik untuk kalangan etnis Tionghoa maupun elemen masyarakat lainnya.
“Perayaan imlek itu bukan sekadar sembahyang dan memanjatkan doa, tetapi memiliki dimensi sosial yang lebih luas,” ujar pendiri ormas Batak Tionghoa (Batin) Brilian Moktar, Kamis (19/2).
Memang sebagai ritual, ada sejumlah ibadah yang dijalankan etnis Tionghoa dalam merayakan tahun baru imlek tersebut.
Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI Perjuangan itu mencontohkan sembahyang yang dijalankan etnis Tionghoa pada malam pergantian tahun sebagai bentuk syukur atas rezeki yang didapatkan selama ini.
Demikian juga dengan sembahyang pada pagi dan siang hari pada hari pertama tahun baru yang disertai penyampaian doa untuk arwah leluhur.
Namun prosesi lainnya lebih banyak menunjukkan dimensi sosial yang menampilkan upaya peningkatan silaturahim dalam menyambut pergantian tahun yang dimulai sejak tahun 551 sebelum masehi tersebut.
Dalam penyambutan tahun baru tersebut, ada kegiatan berupa tradisi makan bersama (ciek ie) yang ditujukan untuk meningkatkan rasa kekompakan dan persaudaraan.
Kemudian, disiapkan juga panganan yang dikenal dengan nama "kue bakul" (thuan ciek) sebagai lambang persatuan dan kekompakan yang disajikan bagi semua orang.
Dalam perayaan imlek tersebut, etnis Tionghoa sangat dianjurkan untuk berkumpul bersama keluarga dan saling mengunjungi untuk mempererat persaudaraan.
Dalam kunjungan tersebut, ada juga tradisi yang dapat meningkatkan persaudaraan yakni pemberian "angpao" yang merupakan wujud sukur dan rasa sayang.
"Angpaonya menggunakan amplop berwarna merah sebagai lambang kebahagiaan, kesehatan, dan murah rezeki," kata Brilian yang juga Ketua Umum Sahabat Centre itu.