REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Airlangga (Unair), Haryadi mengatakan langkah Koalisi Merah Putih (KMP) untuk mempermanenkan koalisinya hingga ke daerah-daerah, tidak akan efektif jika sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) berlangsung secara langsung.
Menurutnya koalisi permanen KMP di daerah akan sangat efektif dalam memenangkan Pilkada, jika dilakukan melalui DPRD atau tidak langsung. Namun dalam Pilkada langsung, pengaruh identifikasi figur lebih kuat dibanding partai.
"Jadi saya kira itu tidak ada artinya. Kecuali mereka mampu menghadirkan figur yang kuat maka koalisi permanen itu akan memperkuat fasis dukungan. Tapi kalau misalnya figurnya nggak kuat, nggak ada arti apa-apa," katanya kepada Republika, Senin (23/2).
Terkait akan dilangsungkannya Pilkada serentak yang undang-undang (UU)-nya tengah direvisi, KMP mempermanenkan koalisinya hingga ke daerah. Sedangkan, KIH memilih langkah yang berbeda.
Haryadi melanjutkan, tiap langkah memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing. Untuk koalisi permanen, KMP tidak perlu lagi melakukan proses negosiasi dan bargaining politik yang memakan waktu lama karena sudah terbentuk format baku.
Namun jika dipaksakan, Haryadi mengatakan muncul kekhawatiran akan ada resistansi dari daerah. Sebab perwakilan-perwakilan Parpol di daerah yang lebih tahu kondisi, selain itu konsiliasi politik di tiap daerah juga berbeda-beda.
"Karena itu saya kira gagasan ini bisa jadi akan menimbulkan penentangan-penentangan di daerah karena tidak semuanya KMP itu punya figur yang memadai untuk diajukan," ujarnya.
Ia menambahkan untuk koalisi tidak permanen yang diterapkan KIH, mereka akan lebih luwes untuk mengusung dan atau bergabung dengan kekuatan lain yang punya calon kuat. Namun, KIH akan membutuhkan usaha yang lebih dibanding KMP.
"Kalau yang tidak permanen maka yang diperlukan adalah kemampuan untuk berkompromi, bernegosiasi. Itu kadang-kadang perlu waktu, tenaga dan dana," ujarnya.