REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski rupiah masih mengalami pelemahan terhadap dolar AS, pengrajin tahu tempe mengaku tak terganggu. Ketua Bidang Usaha Asosiasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (PRIMKOPTI) Jakarta Selatan menyebut, kegiatan pengrajin bahkan cenderung stabil meskipun bahan baku tahu tempe yakni kedelai merupakan barang impor.
"Itu karena nilai dolar tidak melulu jadi satu-satunya faktor yang memengaruhi usaha kita," kata dia kepada Republika Online pada Kamis (12/3). Tidak terpengaruhnya pengrajin kedelai twrhadap rupiah yang melemah disebabkan situasi di Amerika selaku pemasok kedelai yang tengah mengalami panen raya sejak dua bulan lalu. Bahkan, stok kedelai yang biasanya cukup untuk dua bulan kini bisa mencapai lima bulan.
Dikatakannya, harga kedelai sebelum panen tinggi sampai 560-600 dolar AS per ton kedelai. Tapi setelah panen, harganya turun sampai 4800 an dolar AS per ton. Itu sebabnya harga yang muncul di bursa komoditas kedelai itu rendah. "Cuma kemarin saya lihat TV kadang wawancaranya dengan orang yang tidak tepat, katanya naik 25 persen itu salah," tuturnya. Justru, harga tempe pun cenderung stabil.
Faktor berikutnya yang membuat harga kedelai dan tempe stabil meski dolar naik adalah harga minyak dunia yang tidak bergerak. Ia cenderung stabil turun sehingga transportasi pun tidak mahal.