Ahad 15 Mar 2015 06:51 WIB

Mantan PM Jepang Kembali Usai Kunjungan Kontroversial ke Krimea

Mantan PM Jepang, Yukio Hatoyama
Foto: Reuters
Mantan PM Jepang, Yukio Hatoyama

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO - Mantan Perdana Menteri Jepang, Yukio Hatoyama, Sabtu (14/3), kembali ke Tokyo setelah menyelesaikan perjalanan kontroversialnya ke Krimea, yang ditentang oleh pemerintah Tokyo saat ini.

Yukio Hatoyama, yang tiba di bandara Narita dekat ibukota, tidak berbicara kepada wartawan yang menunggu kedatangannya, namun mengatakan dalam perjalanannya bahwa kehidupan di sana "menyenangkan" saat ia mengecam posisi Tokyo terkait aneksasi Rusia atas semenanjung Laut Hitam itu.

Tokyo bergabung dengan Barat dalam memperkenalkan sanksi terhadap Rusia karena mengambil Krimea dari Ukraina Maret lalu. Hatoyama mengunjungi Krimea, Selasa, seraya mengatakan ia ingin melihat kehidupan di sana secara langsung, meski ditentang keras oleh Tokyo karena perjalanannya itu bisa dilihat sebagai legitimasi status semenanjung itu.

"Warga Krimea menjalani kehidupan damai bahagia," kata Hatoyama kepada wartawan di Simferopol, pusat regional di Krimea.

Menteri Luar Negeri Jepang Fumio Kishida mengatakan kepada wartawan sebelumnya bahwa pemerintah telah mencoba untuk menghentikan mantan perdana menteri itu melakukan aksi yang tidak lazim dengan bepergian ke Krimea. Tapi Hatoyama memaksa tetap melakukan kunjungannya ke Krimea, di mana ia mengatakan bahwa referendum tahun lalu, yang diakhiri dengan suara mayoritas pemisahan diri Krimea dari Ukraina, dilakukan sesuai dengan norma-norma demokrasi meskipun ditolak internasional.

Hatoyama, seorang pria yang sangat kaya, menjadi perdana menteri pada tahun 2009 saat memimpin Partai Demokrat Jepang, tapi masa pemerintahannya yang kacau berakhir hanya sembilan bulan kemudian setelah serangkaian kebijakan yang salah dan blunder.

Upaya diplomasi pribadinya sebelumnya antara lain perjalanan ke Iran pada 2012, yang juga dilakukan sekalipun bertentangan dengan keinginan pemerintahnya. Krimea, yang merupakan bagian dari Soviet Rusia sampai 1954, secara resmi dianeksasi oleh Moskow pada 18 Maret, yang memicu kecaman internasional.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement