REPUBLIKA.CO.ID, VANUATU -- Sebanyak 24 orang diyakini meninggal dunia dan diperkirakan sekitar 70 persen penduduk saat ini telah kehilangan tempat tinggal akibat badai topan Pam yang menerjang Vanuatu akhir pekan lalu.
Para pekerja lembaga bantuan memperkirakan jumlah korban akan bertambah seiring dengan masuknya informasi dari berbagai tempat. Vanutu memiliki 65 pulau yang dihuni, dan hingga Selasa (17/3) lalu, jalur komunikasi masih lumpuh. Badai Pam dilaporkan mencapai kecepatan hingga 320 km/jam.
Badan PBB, Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) menyebutkan sejauh ini 30 warga juga dilaporkan mengalami cedera. Di antara para korban adalah seorang anak laki-laki dan ibunya yang meninggal akibat terkena terjangan puing-puing. Selain itu, dua wanita yang ditimpa tembok bangunan gereja tempat mereka berlindung saat badai.
Benjamin Shing dari kantor perdana menteri Vanuatu menjelaskan, hasil pemantauan udara di wilayah Propinsi Shefa menunjukan air laut sudah menggenangi wilayah permukiman. Sementara dari wilayah kepulauan Tanna di selatan dilaporkan luasnya kerusakan bangunan dan tanaman.
Shing mengatakan sekitar 70 persen populasi Vanuatu yang berjumlah sekitar 252 ribu jiwa, telah menjadi korban dan kehilangan tempat tinggal. Sebagian besar pulau berpenghuni juga belum bisa dihubungi melalui telepon.
Jumlah rumah tangga di Vanuatu menurut catatan terakhir berkisar 69 ribu rumah. "Dari jumlah tersebut, 70 persen rumah tidak bisa lagi ditinggali," jelas Shing.
Ia menekankan persediaan makanan mungkin bertahan untuk beberapa hari saja, dan selanjutnya akan bergantung pada bantuan.
Lumpuhnya jalur komunikasi menurut Perdana Menteri Joe Natuman membuat penyedia jasa telekomunikasi bekerja keras memulihkan infrastruktur sehingga bisa pulih dalam pekan ini juga.
Perusahaan telekomunikasi Digicel menyatakan pihaknya telah memulihkan kembali layanan di Ibu Kota Port Villa.
Video: Simak wawancara ABC dengan PM Vanuatu Joe Natuman.