REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) Suroto menilai upaya perluasan pasar dan jaringan pemasaran KUKM sampai saat ini belum tersentuh kebijakan yang mendukung.
"Jaringan simbiosis usaha antar usaha kecil tidak terjadi karena tidak diberikan insentif yang memadai. Mereka malah sangat terbebani oleh pajak dan beban lainnya seperti pungutan liar, beban bunga pinjaman modal kerja tinggi dan lain sebagainya selain kelembagaannya juga lemah," kata Suroto, di Jakarta, Ahad (22/3).
Menurut dia, KUKM di Indonesia lebih banyak didominasi usaha mikro dan kecil yang kontinuitasnya tidak terjamin karena lemah dalam pemasaran dan pengembangan jaringan usaha serta permodalan.
Jadi, kata dia, selama ini KUKM hanya bertahan sehingga berat bagi mereka untuk bisa mengembangkan usaha ke skala yang lebih tinggi.
"Kebijakan dan program pemasaran dan jaringan usaha UKM belum efektif. Koperasi kita minus di sektor pemasaran dan produksi. Ini juga karena kebijakan upaya peningkatan pemasaran dan pengembangan jaringan usaha koperasi dan UKM tidak jelas konsepnya mau diarahkan kemana," katanya.
Ia mengaku sama sekali belum melihat adanya strategi kebijakan dan program yang ditujukan untuk melakukan upaya scaling-up atau peningkatan kapasitas UKM dan Koperasi.
"Sepertinya riset untuk mendukung kebijakan yang baik juga belum banyak dilakukan," katanya.
Padahal ia berpendapat sebetulnya UKM dan juga usaha skala mikro tersebut bisa diberdayakan melalui kelembagaan koperasi.
Ia mencontohkan, pengintegrasian konsep pedagang kecil pasar dalam sistem pasar tradisional berbasis koperasi, pengintegrasian industri kecil dalam koperasi dan lain sebagainya.
"Sayangnya koperasi kita di sektor ini kondisinya juga belum baik secara kelembagaan," katanya.
Padahal UMKM bisa diberdayakan sebagai pusat inovasi asalkan ada upaya penguatan jaringannya secara tepat.
Apalagi, kata dia, sebaiknya didorong pengintegrasian antara industri skala rumah tangga dan usaha besar yang selama ini lebih banyak menikmati fasilitas kemudahan ketimbang mereka.
"Kondisi KUKM kita masih termarjinalkan oleh kebijakan sehingga kondisinya lemah dalam pemasaran dan jaringan. Peranannya bukan diposisikan sebagai pemeran utama tapi hanya jadi buffer atau ganjal," katanya.
Data BPS 2014 menyebutkan koperasi Indonesia jumlahnya 206.000 primer koperasi.
Sedangkan jumlah UKM di Indonesia sebanyak 57 juta unit dan kontribusi jumlah PDB dari koperasi hanya 2 persen dan kontribusi 59,08 persen dari PDB Nasional.
Sementara sebanyak 99 persen jumlah usaha di Indonesia berasal dari UKM yang juga berkontribusi pada penyediaan lapangan kerja hingga 104 juta orang atau 97 persen dari lapangan kerja.
Dari hasil riset Akses, jumlah kontribusi koperasi yang hanya 2 persen tersebut kurang lebih 95 persennya berasal dari usaha simpan pinjam.
Kontribusi di sektor perdagangan dan produksi di koperasi hanya 5 persen dan itu pun belum terkonsolidasi dengan baik.