Selasa 24 Mar 2015 09:10 WIB

Shaffiyah, Perawat Para Mujahid Rasulullah (2-habis)

Rep: c 62/ Red: Indah Wulandari
Siluet muslimah
Foto: muslims4liberty.org
Siluet muslimah

REPUBLIKA.CO.ID,Manakala Shaffiyah melihat kesyahidan saudaranya, Hamzah bin Abdul Muthalib yang dibunuh dengan sadis, ia memberikan teladan yang agung bagi kita dalam hal kesabaran, ketabahan, dan ketegaran. Ia sendiri mengisahkan kepada kita apa yang ia saksikan.

Ia bercerita pada hari terbunuhnya Hamzah, Zubair menemuiku dan berkata, "Wahai Ibunda, sesungguhnya Rasulullah SAW ingin agar Ibunda kembali. Aku sangat ridho apa yang telah terjadi, sungguh aku akan sabar dan tabah, Insya Allah."

Setelah Zubair memberitahukan kepada Rasulullah tentang komentar ibunya, beliau bersabda, "Berilah jalan baginya! Maka, aku akan mendapatkan Hamzah, tatkala aku melihat tubuhnya yang kaku, aku berkata inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.  Kemudian memohonkan ampun baginya.”

Setelah itu, Rasulullah memerintahkan untuk menguburnya.

Gambaran lain yang luar biasa dari Shaffiyah tatkala terjadi Perang Khadaq, saat pasukan Yahudi mencoba menyerang sebuah benteng di mana terdapat para wanita muslimah dan anak-anak di dalamnya. Di sana, ada juga Hassan bin Tsabit.

Tatkala ada orang Yahudi mengelilingi benteng, sedangkan kaum muslimin sedang menghadapi musuh, maka berdirilah Shaffiyah. Ia berkata kepada Hassan, "Sesungguhnya kaum laki-laki Yahudi ini menjadikan kita tidak aman. Karena mereka akan mengetahui kekurangan kita, maka berdirilah dan bunuhlah ia."

Kemudian Hassan, berkata, "Semoga Allah mengampuni Anda, sesungguhnya, And‎a mengetahui bahwa seperti itu bukanlah keahlian saya."

Mendengar jawaban Hassan, Shaffiyah langsung bangkit dan dengan penuh semangat, ia kemudian mengambil tongkat yang keras dan langsung turun dari benteng. Ia kemudian menunggu kesempatan lengahnya orang Yahudi tersebut, lalu dipukulah tepat pada ubun-ubun secara bertubi-tubi hingga orang tersebut terbunuh.

Ia memang wanita pertama yang membunuh laki-laki Yahudi. Kemudian ia kembali ke benteng dan tersirat kegembiraan di kedua matanya, karena mampu menghabisi musuh Allah yang berarti pula menjaga rahasia persembunyian para wanita dan kaum muslimah dari mereka.

Kemudian ia berkata kepada Hassan," Turunlah dan lucuti ia, sebab tiada yang menghalangi diriku untuk melucutinya melainkan dia seorang laki-laki."

Hassan berkata. "Saya tidak berkepentingan untuk melucutinya, wahai binti Abdul Muthalib."

Begitulah kaum muslimin mendapatkan kemenangan dalam perang ini dengan jiwa yang beriman dan pemberani, yang tidak kenal istilah mustahil dalam meraih jalan kemenangan.

‎Tatkala perang Khaibar, Shaffiyah keluar bersama kaum muslimah untuk memompa semangat pasukan kaum muslimin. Mereka membuat perkemahan di medan jihad untuk mengobati pasukan yang terluka karena perang.

Rasulullah merasa senang dengan para mujahidah, sehingga mereka juga mendapatkan bagian dari rampasan perang. Rasulullah sangat mencintai, memuliakan dan memberikan bagian yang banyak kepada bibinya, Shaffiyah.

Beliau bersabda,"Hai Fatimah binti Muhammad, Hai Shaffiyah binti Abdul Muthalib, wahai Bani Abdul Muthalib, aku tidak kuasa menolong kalian dari siksa Allah. Mintalah kepadaku apa saja yang ada padaku."

Shaffiyah pun menyayangi Rasulullah sejak kecil. Ia takjub dengan keadaan Rasulullah dan akhirnya mengimani kenabian beliau, menyertai beliau dalam peperangan, dan merasa sedih tatkala Rasulullah wafat. Kesedihannya tersebut ia ungkapkan dengan syairnya yang indah.

Berikut Syair Shaffiyah:

"Wahai mata...

Tempatkan air mata dang janganlah tidur

Tangisilah sebaik-baiknya manusia yang telah tiada

Tangisilah Al-Musthafa dengan tangisan yang sangat, yang masuk ke dalam hati laksana terkena pukulan. Nyaris aku tinggalkan hidup tatkala takdir datang kepadanya yang telah digariskan dalam kitab yang mulia. Sungguh, beliau pengasih kepada sesama hamba. Rahmat bagi mereka dan sebaik-baik pemberi petunjuk. Semoga Allah meridhoinya tatkala beliau hidup dan mati. Dan, membalasnya dengan Jannah pada hari yang kekal.

Shaffiyah hidup sepeninggal Rasulullah dengan penuh kewibawaan dan dimuliakan. Semua orang mengetahui keutamaan dan kedudukannya.

Ia wafat pada zaman Khalifah Umar bin Khathab dengan usia 70 tahun. Sungguh, ia ibarat menara yang tinggi dalam sejarah Islam dan teladan yang baik dalam hal pengorbanan dan jihad untuk menolong agama Allah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement