REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VII DPR, Satya W Yudha mengatakan pumusan harga bahan bakar minyak (BBM) yang harga dasarnya (MOPS) yang mengikuti harga minyak dunia harus disampaikan secara terbuka oleh pemerintah.
Menurutnya keterbukaan ini sangat penting agar rakyat tidak langsung diharapkan dengan harga BBM yang langsung mengkuti mekanisme pasar dan kehadiran negara dirasakan ada. Negara harus mengevaluasi harga BBM satu bulan, tidak kurang dari itu.
''Makin sering mengumumkan perubahan harga, baik pemerintah jujur saja pada rakyat BBM diserahkan pada mekanisme pasar. Kalau itu terjadi, ya tentu melanggar UUD,'' katanya Satya, Sabtu (4/4).
Ia mengatakan DPR sudah meminta harga BBM ditetapkan sebulan sekali. DPR ingin memproteksi agar harga BBM tidak mengikuti mekanisme pasar murni. Kalau harga minyak dunia mendadak turun, rakyat harus membayar BBM lebih mahal dari seharusnya.
Satya menilai ini tidak masalah selama disampaikan terbuka. Juga sebalikanya jika harga minyak dunia naik, negara memberi subsidi.
''Harus ada alokasi tambahan. Sehingga rakyat punya kepastian. Meski buat pemerintah ada dilema, satu sisi ikuti mekanisme pasar, di satu sisi juga melakukan intervensi harga,'' ujarnya.
Dalam perhitungan awal, diakui Satya Kementerian ESDM sudah menyampaika cara menghitung harga BBM dan mengevaluasi MPOS tiap dua pekan sekali. Ia menggaris bawahi kesepakatan berasama pengalihan subsidi BBM bertujuan agar subdisi untuk sektor produktif jadi lebih besar.
Mayoritas yang harus disubsidi adalah para pengguna premium, mereka yang harus dipastikan menerima pengalihan subsidi.
Ia menilai, penting untuk memastikan ada jaring pengaman bagi rakyat saat harga BBM harus naik dan ini bukan hanya tugas Kementerian ESDM, tapi juga tugas kementerian di bawah lingkup perekonomian.
Menurutnya, harus ada pola sosialisasi baru. Energi murah dan bersih ada pada gas alam. Karena tak perlu impor, harga gas alam bisa dikontrol sendiri.