REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) menanggapi persolan pemblokiran situs-situs media online yang danggap memuat konteks negatif oleh BNPT. Menurut ICRP pemblokiran situs-situs media online tidak boleh diskrimi diskriminatif.
"Pemerintah tidak boleh diskriminatif dalam melakukan pemblokiran situs-situs radikal. Karena situs-situs radikal bisa berasal dari semua agama dan kepercayaan." Papar ICRP dalam keterangan tertulisnya yang ditandatangani oleh Ketua Harian ICRP Ulil Abshar Abdalla, Selasa malam (7/4).
ICRP juga mengimbau kepada masyarakat harus lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi kegaduhan yang mengatasnamakan agama. Jangan larut dalam provokasi-provokasi yang mengancam persaudaraan, persatuan dan kesatuan bangsa.
Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir 22 situs/website yang dianggap radikal. Situs-situs tersebut diadukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Rabu 31 Maret 2015, pihak kementerian telah memblokir tiga situs, namun BNPT melaporkan kembali untuk memblokir 19 situs berdasarkan surat bernomor No 149/K.BNPT/3/2015 tentang Situs/Website Radikal ke dalam sistem filtering Kemkominfo.
Kemkominfo kemudian meminta penyelenggara internet service provider (ISP) untuk memblokir ke-19 situs sesuai yang disampaikan pihak BNPT bahwa situs/website tersebut merupakan penggerak paham radikalisme dan/atau simpatisan radikalisme.