REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghargai keputusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Tatik Hadiyanti, yang menolak permohonan praperadilan Suyadharma Ali atas penetapan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan haji tahun 2010-2013.
Anggota Biro Hukum KPK Abdul Basir mengatakan bahwa putusan hakim Tatik Hadiyanti yang menolak permohonan praperadilan Suryadharma Ali bisa menjadi yurisprudensi bagi hakim lain dalam menghadapi gugatan praperadilan dalam objek penetapan tersangka.
"Kami mengapresiasi putusan hakim, ini bisa jadi sumber hukum yang cukup kuat," ujarnya di PN Jaksel, Rabu (8/4).
Berdasarkan putusan hakim tersebut, katanya, maka proses penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji periode 2010-2013 dengan tersangka Suryadharma Ali akan tetap dilanjutkan.
Pernyataan Abdul didukung dengan pendapat dari Plt Kepala Biro Hukum KPK Nur Chusniah yang mengatakan bahwa proses penyidikan SDA sedang dalam proses pengumpulan kelengkapan bukti dan penghitungan kerugian negara.
"Penyidikan SDA masih ada beberapa yang perlu dilengkapi dan penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh ahli, dalam hal ini kita memakai ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," jelasnya.
Sebelumnya, Hakim Tunggal Tatik Hadiyanti menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan menteri agama itu.
"Hakim berpendapat bahwa sah atau tidaknya penetapan tersangka bukan ranah praperadilan sehingga permohonan pemohon ditolak untuk seluruhnya dan kepada pemohon dibebankan biaya perkara sebesar nihil," ujarnya saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Putusan tersebut didasarkan pada Pasal 1 Ayat 10 KUHAP jo Pasal 77 jo Pasal 82 Ayat 1 huruf d yang sifatnya sangat limitatif mengatur bahwa penetapan tersangka bukan termasuk objek praperadilan.
Suryadharma Ali yang oleh KPK dijadikan tersangka kasus korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama periode 2012-2013 mengajukan permohonan praperadilan kepada hakim untuk menyatakan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) nomor Sprin.Dik-27/01/05/2014 dan Sprin.dik-27A/01/12/2014 tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
Selain itu ia juga memohon menyatakan tidak sah penetapan tersangka, proses penyidikan, dan tindakan lebih lanjut yang dilakukan KPK terkait penyidikan tersebut.
Dalam materi gugatannya, Suryadharma mempermasalahkan kewenangan KPK dalam menangani tindak pidana korupsi sesuai Pasal 11 huruf a Undang-Undang KPK.
SDA juga menuntut KPK membayar ganti rugi sebesar Rp1 triliun atas penetapan dirinya sebagai tersangka yang menyebabkan kerugian.
Kuasa hukum berpendapat, KPK tidak memenuhi syarat menangani kasus Suryadharma karena belum menemukan kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar dari kasus SDA.
Selain itu kuasa hukum juga beranggapan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji tahun 2010-2013 tidak menjadi perhatian masyarakat.