REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Direktorat Jenderal Pajak Wilayah Provinsi Sumatera Selatan dan Bangka Belitung menggunakan pesawat tanpa awak (drone) untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor perkebunan dan pertambangan.
"Pesawat drone ini digunakan untuk mengintai dan mengetahui kondisi sebenarnya suatu perkebunan sawit dan karet, serta pertambangan (batu bara dan timah) yang terkadang secara luas mencapai ratusan hektare," kata Kepala Kantor Direktorat Jenderal Pajak Wilayah Sumatera Selatan dan Bangka-Belitung Samon Jaya di Palembang, Minggu.
Ia melanjutkan, pada sektor ini tidak dipungkiri ada pengusaha yang mengemplang pajak dengan memanipulasi lahan garapannya dan ini terlihat dari jumlah penerimaan pajak dari sektor ini yang terbilang tidak rasional dibandingkan dengan luas area perkebunan dan pertambangan di kedua wilayah ini.
"Jika perusahaannya mengemplang pajak, sementara karyawannya justru membayar pajak dengan benar (PPh) artinya ada unsur ketidakadilan di sini, ini yang salah satu melatari mengapa fokus membenahi sektor ini" kata Samon.
Dengan menggunakan drone, maka perusahaan wajib pajak tidak dapat mengelak dari kecurangan yang dilakukannya karena teknologi drone dapat membaca luas area dengan mendekati kebenaran 99 persen.
"Sementara ini yang sudah menggunakan Provinsi Bangka Belitung dengan objek pajak dari perusahaan tambang timah, kurang lebih satu bulan. Ke depan tentunya akan digunakan juga untuk wilayah Sumatera Selatan," sambung Samon.
Ditjen Pajak Wilayah Sumatera Selatan dan Bangka-Belitung menggenjot penerimaan pajak dari sektor pertambangan pada 2015 karena pada bidang diyakini telah terjadi kebocoran hebat menyusul penemuan KPK bahwa pemilik usaha pertambangan banyak tidak memiliki Nomor Pemilik Wajib Pajak (NPWP).
Menurut Samon, meski 80 persen perusahaan tambang di Sumatera Selatan tercatat sebagai wajib pajak DKI Jakarta namun tidak semestinya sektor pajak utama hanya menyumbang 9,48 persen.
"Ini yang akan dikejar, saat ini petugas sedang memetakan wilayah Sumatera Bagian Selatan untuk mendapatkan informasi yang valid," kata dia.
Berdasarkan penerimaan pajak 2014, sektor pertambangan dan penggalian hanya berkontribusi 9,48 persen atau terendah, industri pengolahan (17,36 persen), perdagangan besar dan eceran (17,36 persen), konstruksi (11.03 persen), administrasi pemerintahan (10,61 persen), sektor lainnya 34,16 persen.
Ditjen Pajak Sumsel dan Babel mencatat penerimaan sebesar Rp10,110 triliun pada 2014 atau mencapai 100 persen target.