REPUBLIKA.CO.ID, PANAMA CITY -- Perang dingin antara Amerika Serikat dan Kuba rupanya menemui titik terang setelah kedua pemimpin negara, Barack Obama dan Raul Costa bertemu untuk melakukan pembicaraan. Ini sekaligus menjadi sejarah pertama kedua musuh Perang Dingin itu selama lebih dari setengah abad.
"Seiring waktu adalah mungkin bagi kita untuk membuka lembar baru dan mengembangkan hubungan baru antara kedua negara. Kita sekarang dalam posisi untuk bergerak menuju masa depan," kata Obama kepada Castro dalam pertemuan satu jam tersebut seperti diberitakan Telegraph, Ahad (12/4).
Menanggapi hal tersebut, Castro mengaku segala sesuatunya bisa terjadi di atas meja. Namun, ia juga memperingatkan bila kedua negara juga sepakat untuk ketidaksepakatan.
"Kami bersedia untuk membahas segala sesuatu, tetapi kita perlu bersabar, sangat sabar. Kami mungkin tidak setuju pada sesuatu di hari ini dan bisa saja menyetujui itu besok," katanya.
Keduanya saling berjabat tangan, bertukar senyuman, dan sedikit berbasa-basi. Ini menjadi pemandangan mengagumkan dalam KTT Amerika di Panama. Dalam kesempatan itu, adik dari Fidel Castro tersebut mengutarakan kekagumannya terhadap Obama dan memberi keluhan terhadap AS. Meski begitu, ia menganggap Obama tidak seharusnya bertanggung jawab atas tindakan pendahulunya.
Keduanya saling berbaur dengan kepala negara lain pada pembukaan pertemuan regional tersebut. Pertemuan tersebut biasanya rutin dilakukan pada pertemuan internasional, tapi tidak bagi para pemimpin negara-negara yang menjadi musuh Fidel Castro.
"Perang Dingin sudah terjadi lebih lama. Saya tidak tertarik memiliki peperangan yang sebetulnya dimulai sebelum saya lahir," kata Obama.
Namun, ia belum membuat keputusan apakah AS akan menghapus Kuba dan Havana dari daftar negara terorisme. Agenda pun telah disusun untuk melakukan pembicaraan tertutup terkait pembukaan kembali kedutaan di sana.
Sebelumnya, Fidel Castro menggulingkan diktator yang didukung AS pada 1959 dan dengan cepat merubah haluan menjadi sekutu Soviet. Kuba menjadi pangkalan rudal dalam Perang Dingin tersebut. Pada 1959, sebelum putusnya hubungan, Fidel Castro yang mengenakan seragam militer kebangaannya sempat bertemu dan berjabat tangan dengan Wakil Presiden Richard Nixon.