REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rohaniawan Buddha dari Sanghaa Mahayana, Biksu Gunabhabhadra Jimmu Goh menolak Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB). UU itu dinilai mubazir karena telah termaktub dalam UUD 1945 dan Pancasila.
"Menurut saya tidak perlu menghabiskan anggaran untuk membuat RUU PUB ini," ujar Jimmu ketika dihubungi Republika, Rabu (15/4). Pancasila dan UUD 1945 pasal 29, kata dia, telah mengatur persoalan agama di Indonesia.
"Nanti justru membingungkan dan tumpang tindih. Visi misi negara sudah sangat jelas dalam UUD 1945 dan Pancasila," ujarnya.
Dengan menggali nilai ketuhanan, kata Jimmu, semua warga harus mentaati aturan itu. Ia menyatakan, tidak ada umat beragama manapun yang perlu dibela karena semua punya hak yang sama dan kewajiban yang sama. "Untuk apa kita mengangkangi lagi pancasila," ujar Jimmu.
Jimmu menekankan, seluruh masyarakat punya hak dan kewajiban untuk saling bertoleransi sesuai Pancasila dan UUD 1945. "Saat ini yang perlu dilakukan adalah mengejawantahkan dan menaatinya," ujar Jimmu.
Jimmu pun mengimbau agar pemerintah memperhatikan masalah itu sebelum memutuskan membuat RUU PUB, agar tidak ada polemik yang timbul. Karena lahirnya UU PUB, kata dia, harus disetujui seluruh agama di Indonesia.